Selasa 28 May 2024 21:38 WIB

Serangan Israel di Rafah Bisa Perparah Defisit APBN Indonesia

Eskalasi konflik tingkatkan volatilitas pasar keuangan, tekan rupiah dan postur APBN.

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Lida Puspaningtyas
Asap mengepul setelah serangan udara Israel di Rafah, Jalur Gaza selatan, 24 Mei 2024.
Foto: EPA-EFE/HAITHAM IMAD
Asap mengepul setelah serangan udara Israel di Rafah, Jalur Gaza selatan, 24 Mei 2024.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Meningkatnya ketegangan geopolitik yang terjadi di Timur Tengah (Timteng), khususnya antara Paletina dan Israel dikhawatirkan dapat berdampak ke ekonomi Indonesia. Menurut Kepala Divisi Riset Ekonomi Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo) Suhindarto, risiko geopolitik harus terus diawasi.

Setiap eskalasi akan memicu volatilitas pasar keuangan. Utamanya karena kekhawatiran melonjaknya harga minyak dan membuat inflasi kembali semakin kaku dan sulit untuk  diturunkan menuju target.

Baca Juga

"Dampaknya terhadap Indonesia juga masih kita awasi terus. Sebelumnya, aksi saling serang antara Israel dan Iran di pertengahan April lalu juga telah membuat arus keluar modal dari negara berkembang,  termasuk Indonesia terjadi dan menekan rupiah untuk terdepresiasi cukup dalam," ujarnya kepada Republika, Selasa (28/5/2024).

Tentunya kondisi tersebut diharapkan tidak terjadi kembali. Selain itu, potensi kenaikan harga minyak jika konflik tereskalasi  juga akan berdampak pada defisit APBN yang bisa meningkat, mengingat saat ini masih terdapat subsidi BBM dalam postur anggaran negara.

"Jika harga naik, maka tentu saja pemerintah perlu untuk menyesuaikan besaran subsidi BBM yang diberikan dan akan membuat APBN menjadi tertekan," ujarnya.

Kekhawatiran ini tentu saja didasarkan pada fakta bahwa Kawasan Timur Tengah tempat konflik sedang berlangsung saat ini merupakan salah satu kawasan yang memasok minyak bumi terbesar di dunia. 

Sebelumnya, Kepala Kantor Komisioner Tinggi Hak Asasi Manusia PBB Volker Turk mengatakan serangan ke Rafah tidak dapat terjadi.

“Saya tidak dapat melihat adanya kemungkinan perintah evakuasi terbaru, apalagi serangan penuh, di wilayah dengan jumlah warga sipil yang sangat padat, dapat direkonsiliasi dengan persyaratan yang mengikat hukum humaniter internasional dan dengan dua set tindakan sementara yang mengikat yang diperintahkan Mahkamah Internasional,” kata komisaris tinggi PBB untuk hak asasi manusia itu.

Menurut Kementerian Kesehatan di daerah kantong Palestina tersebut jumlah korban jiwa, akibat serangan militer Israel di Gaza yang sudah memasuki bulan ketujuh mencapai 35.000 orang. Sedikitnya 35.034 orang tewas, termasuk 15.000 anak-anak, dan 78.755 orang terluka sejak Israel melancarkan serangannya pada 7 Oktober 2023. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement