Sabtu 06 Apr 2024 15:02 WIB

P3PI: Buat Regulasi Pabrik Kelapa Sawit Jadi Food Factory

Harus dimunculkan pabrik kelapa sawit sebagai pabrik makanan.

Diskusi Updating Technology Palm Oil Mill Indonesia yang diselenggarakan P3PI.
Foto: Dok Republika
Diskusi Updating Technology Palm Oil Mill Indonesia yang diselenggarakan P3PI.

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Produk CPO 50 persen untuk food terutama minyak goreng dan 50% lagi non food. Karena banyak untuk food maka PKS penghasil CPO harus berubah menjadi pabrik makanan (food factory) dengan standar yang ketat. Saat ini masih banyak PKS yang kotor seperti membiarkan ada tikus, kecoa, merokok di lori dan lain-lain. Bahkan di refinery yang jelas merupakan pabrik minyak goreng penerapan standarnya tidak seketat pabrik roti misalnya. 

“Harus dimunculkan pabrik kelapa sawit sebagai pabrik makanan. PKS milik perusahaan-perusahaan besar sudah ada sistim yang bisa membuat ini sedang perusahaan kecil masih berkuat menekan biaya. Perlu ada aturan untuk menekan supaya PKS jadi food factory misalnya manajer harus bersertifikat food factory,” kata Edward Silalahi,  Wakil Ketua Perkumpulan Praktisi Profesional Perkebunan Indonesia (P3PI) pada diskusi Updating Technology Palm Oil Mill Indonesia yang diselenggarakan P3PI.

Baca Juga

Pada satu PKS ada 130 mesin yang berputar untuk mengolah TBS jadi CPO. Mesin itu perlu grease dan oli. Pada prosesnya grease itu bisa tercampur dalam proses menjadi CPO. Untuk menjadi food factory maka grease dan oli yang dihasilkan harus food grade dengan harga yang lebih tinggi. 

Karena perlu biaya yang lebih tinggi meskipun tidak terlalu tinggi juga, maka supaya pelaku usaha mau lakukan harus dibuat aturan oleh pemerintah. Kalau tidak maka untuk menekan biaya banyak PKS yang tidak mau melakukannya. 

“Kita mentargetkan tahun 2045 menjadi negara maju. Industri sawit senbagai penghasil devisa nomor satu juga harus naik kelas. PKSnya harus jadi food factory semua. Proses TBS di kebun sampai ke pabrik juga harus higiensis. Masalah 3 MPCDE dan GE dimulai dari sini dan pabrik. Kita tidak mau minyak sawit yang jadi penyebab kanker. Sudah saatnya PKS maju selangkah lagi,” katanya.

Dengan adanya regulasi maka pelaku bisnis ditekan untuk menyadari pentingnya PKS sebagai food factory dan dilakukan. Pengambil kebijakan keuangan di perusahaan berprinsip kalau tidak perlu uang tidak boleh keluar tetapi kalau perlu berapapun bisa keluar. Contohnya sustainability perlu biaya banyak tetapi karena wajib maka mereka mau. Untuk PKS sebagai food factory kalau wajib maka mau tidak mau akan dilakukan meskipun ada tambahan biaya.

Sahat Sinaga, Direktur Eksekutif GIMNI (Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia) setuju supaya pabrik sawit menjadi food factory . Perlu dibuat aturan, tetapi pagarnya jangan terlalu tinggi. Kalau terlalu tinggi maka semua akan susah. Dengan adanya regulasi yang tidak terlalu berat menunjukkan pada dunia bahwa Indonesia sudah melakukan sesuatu.

Kementerian Perindustrian lewat regulasi industri hijau perlu mengatur ini. Ada 1220 PKS di 27 provinsi yang harus menjadi food factoryDi restoran misalnya ada kecoa harus stop beroperasi dulu, di PKS juga kalau inspeksi ada sesuatu cemaran harus stop dulu. Disain industri sawit yang membuat jorok dan kotor juga harus diubah. 

Aziz Hidayat ,Ketua Bidang Perkebunan GAPKI sependapat  harus ada standar untuk PKS baik dari sisi kesehatan, kebersihan dan keselamatan dan kesehatan kerja. Mulai Oktober 2024 maka produk CPO harus bersertifikat halal. Kalau diberlakukan maka bisa ditelusuri bila tercampur dengan unsur lain. Bukan saja faktor kesehatan atau kehalalannya juga. Sedang minyak goreng sudah ada SNInya.

Dari 1200an PKS ini ada juga PKS tanpa kebun yang pengawasan dan pembinaannya oleh Ditjen Perkebunan, Gubernur dan bupati belum berjalan. Dirjen Perkebunan sudah membuat surat edaran pada gubernu, bupati/walikota untuk melakukan monitoring pada PKS di wilayahnya tidak hanya terkait kesehatan, kebersihan dan K3 juga penataan lokasi.

PKS tanpa kebun ini banyak berdiri dekat dengan PKS yang bermitra dengan petani plasma atau pekebun swadaya. Kehadirannya menganggu PKS bermitra karena mengambil TBS dari plasma dan pekebun bermitra. Sesuai aturan maka PKS tanpa kebun harus punya bahan baku 20% dari kebun sendiri. Syarat PKS mendapat ISPO jelas yaitu rantai pasoknya bisa ditelusuri mana yang berasal dari kebun sendiri, dari petani di wilayah mana. EUDR juga mengamanatkan hal yang sama.

 

Lila Harsya Bachtiar, Koordinator Industri Kelapa Sawit, Direktorat Industri Hasil Hutan dan Perkebunan, Ditjen Industri Agro, Kementerian Perindustrian menyatakan untuk menjadikan PKS foofdfactory, Kemenperin sudah menyiapkan regulasi untuk mengubah regulasi Kemendag yang menyebutkan CPO adalah hasil olahan TBS dengan ffa 0-20%.

Regulasi Kemenperin yang disebut CPO adalah ffa 0-10%, dengan kualifikasi 0-3% CPO premium, 0-5% CPO SNI, 0-10% CPO. Diatas itu sudah bukan CPO, ffa 10-20% POME, ffa 20-70% residu dan diatas 70% BMAD. Awalnya CPO ffa 0-5% tetapi karena banyak PKS dipelosok yang ffa 6,7,8% nanti tidak ada yang beli maka jadi 10%. Selama ini dengan 20% disebut CPO banyak CPO food grade dicampur POMEuntuk meningkatkan volume. Dengan regulasi yang segera diluncurkan ini maka pencampuran diharapkan tidak terjadi. Pembeli tentu tidak mau kalau CPOnya dicampur residu.

PKS tanpa kebun  adalah keterlanjuran. Dulu karena banyak transmigran menanam kelapa sawit maka untuk menampung hasilnya pemerintah mendorong investor membangun PKS tanpa kebun. Penyelesianya akan secara adminstratif. Sedang PKS brondolan sedang dicari solusinya. 

PKS brondolan marak karena daerah sangat butuh investasi dan ketika ada investor dari luar datang untuk membangunnya disambut oleh Pemda. Investasi PKS brondolan ini memberikan harapan karena dari satu sisi memberi kesejahteraan pada orang-orang tertentu sedang sisi lain merugikan PKS yang ada. Kemenperin dan Kementan sedang mencari solusi bagaimana mengatasi hal ini.

Lila juga sepakat bahwa PKS harus semakin efisien. Permasalahan industri sawit sekarang adalah berkembang dengan pesat tanpa didukung ekosistem industri permesinan, akibatnya sangat tergantung pada impor, terutama dari Malasyia. Indonesia ketika mengembangan sawit yang penting ada dulu sehingga ekosistem industri pendukung tidak terbentuk.

Beda dengan Malaysia yang dikembangkan bersama-sama dengan industri permesinannya, mereka bekerjasama dengan Jerman untuk menghasilkan mesin dan sparepart yang presisi. Di sana ada satu kawasan yang isinya pabrik mesin PKS semua dan diantarannya banyak memasok ke Indonesia. Impor mesin PKS Indonesia sangat besar sekali.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement