Kamis 04 Apr 2024 12:40 WIB

Walau Terkoreksi, Bitcoin Dinilai Masih Menarik

Bitcoin mencatat tahan terhadap tekanan ekonomi global.

Bitcoin
Foto: CFR
Bitcoin

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bitcoin terkoreksi 5,64 persen ke level 65.503 dolar AS atau setara Rp 1,03 miliar (CoinMarketCap, Selasa 3/4 /2024 pagi).

Crypto Analyst Reku, Fahmi Almuttaqin mengatakan koreksi Bitcoin di periode ini didorong oleh aliran dana (netflow) ETF Bitcoin Spot pada 1 April lalu yang minus 85,7 juta dolar AS. Ini merupakan netflow negatif pertama sejak netflow positif pada 25 Maret.

Baca Juga

Fahmi mengatakan, koreksi yang terjadi tidak lantas membuat Bitcoin menjadi kurang menarik atau dapat disimpulkan sebagai perubahan arah tren. Sebab Bitcoin masih menarik sebagai instrumen investasi, khususnya dengan dinamika ekonomi dunia yang masih berkutat dengan inflasi dan tantangan pertumbuhan.

Kondisi perekonomian internasional dan nasional masih dibayang-bayangi keberhasilan upaya menurunkan inflasi dan menjaga pertumbuhan ekonomi yang turut berpengaruh pada iklim investasi. Sebab, suku bunga tinggi 5 persen atau lebih The Fed yang telah berlangsung sejak akhir Maret 2023 atau telah menginjak periode satu tahun saat ini, masih belum mampu menurunkan inflasi ke target yang dicanangkan.

Di tingkat domestik, Badan Pusat Statistik (BPS) baru-baru ini mengumumkan inflasi Ramadhan tahun ini naik lebih tinggi dibandingkan dengan tahun lalu, yakni 0,52 persen. Ini menggambarkan baik kondisi ekonomi global dan nasional masih belum sepenuhnya lepas dari permasalahan inflasi.

"Situasi yang terjadi menggarisbawahi pentingnya diversifikasi investasi ke kelas aset global yang tidak memiliki hubungan langsung dengan kondisi ekonomi tradisional," kata Fahmi melalui keterangan tulis, Kamis (4/4/2024).

Bitcoin menjadi instrumen yang dapat memenuhi kriteria tersebut. Oleh sebab itu saat ini banyak investor institusi di Amerika yang mulai mengadopsi Bitcoin dan menyarankan kliennya untuk mengalokasikan setidaknya 1 persen dari portofolio investasinya di Bitcoin.

Periode pasca pandemi Covid-19, lanjut Fahmi, di mana likuiditas mulai menurun imbas peningkatan suku bunga juga menyoroti tantangan yang dihadapi para pelaku usaha.

Ketika pandemi, uang fiat disirkulasikan dengan optimal untuk mendorong daya beli Namun pasca periode new normal, likuiditas mulai berkurang dan berdampak pada kekuatan konsumsi domestik, selain juga karena inflasi yang terjadi. Hal ini memberikan tantangan lebih bagi para pelaku bisnis untuk menjaga pertumbuhan laba. Membuat investasi di sektor tradisional menjadi lebih menantang.

Bitcoin sebagai aset yang unik, memiliki potensi sebagai instrumen yang dapat melindungi investor dari risiko inflasi dan tantangan pertumbuhan ekonomi tersebut. "Bitcoin terus mencatat pertumbuhan yang menarik karena ketahanannya terhadap tekanan ekonomi global," kata dia.

Bitcoin tidak terhubung dengan sektor perekonomian tertentu, negara tertentu, atau institusi tertentu dan diperdagangkan selama 24 jam non-stop di seluruh dunia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement