Senin 01 Apr 2024 15:39 WIB

Restrukturisasi Kredit Covid-19 Berakhir, BRI Respons Positif

Bank Rakyat Indonesia (BRI) menyambut baik keputusan tersebut.

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Ahmad Fikri Noor
Direktur Utama BRI Sunarso.
Foto: dok BRI
Direktur Utama BRI Sunarso.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyatakan industri perbankan telah siap menghadapi berakhirnya kebijakan stimulus restrukturisasi kredit perbankan untuk dampak Covid-19 pada Ahad (31/3/2024). Bank Rakyat Indonesia (BRI) menyambut baik keputusan tersebut.

Direktur Utama BRI yang juga merupakan Ketua Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) Sunarso mengatakan, kebijakan tersebut terbukti telah mampu menyelamatkan sebagian besar bisnis UMKM selama menghadapi pandemi Covid-19 yang mulai meluas di Indonesia pada 2020. Perseroan mengungkapkan BRI secara internal sudah tidak menggunakan kebijakan tersebut sejak 2023 lalu sebagai upaya penerapan prudential banking. 

Baca Juga

“BRI juga telah menerapkan langkah antisipatif merespons berakhirnya relaksasi restrukturisasi Covid pada Maret 2024, di mana BRI telah menyiapkan soft landing strategy. Kami optimistis berakhirnya relaksasi tersebut tidak akan berdampak signifikan pada kinerja kualitas kredit maupun kinerja keuangan BRI secara umum,” kata Sunarso, Senin (1/4/2024).

Sebagai antisipasi risiko BRI juga tetap mengimbangi dengan melakukan pencadangan yang memadai. Hingga akhir Desember 2022 tercatat NPL Coverage BRI berada di level 305,73 persen. Cadangan tersebut digunakan untuk melakukan penghapusbukuan kredit UMKM yang benar-benar sudah tidak bisa direstrukturisasi lagi. Sehingga, pada Desember 2023, NPL Coverage turun di level 229,09 persen namun cadangan tersebut masih sangat memadai apabila terjadi pemburukan.

Sebelumnya pada pertengahan Februari 2024 lalu Direktur Utama BRI Sunarso mengungkapkan bahwa perseroan telah mencatatkan penyusutan nilai kredit terdampak Covid-19 yang direstrukturisasi, di mana outstanding kredit restrukturisasi Covid-19 per Desember 2023 turun menjadi Rp 54,5 triliun dari Rp107,2 triliun pada periode yang sama tahun sebelumnya.

“Apabila dihitung dari puncaknya, sebesar Rp 210 triliun itu sudah keluar dari status restrukturisasi sehingga sekarang outstanding-nya tinggal Rp 54 triliun,” kata Sunarso.

Sunarso pun menyebut sejak awal pandemi terjadi, BRI telah mengambil langkah strategis untuk melakukan penyelamatan terhadap Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) yang memiliki peranan krusial terhadap perekonomian Indonesia. Tercatat UMKM memberikan kontribusi sebesar 60,3 persen dari total produk domestik bruto (PDB) Indonesia.

Selain itu, UMKM menyerap 97 persen tenaga kerja dan menyediakan 99 persen lapangan kerja di Indonesia. Namun, adanya pandemi Covid-19 memberikan tekanan berat bagi pelaku UMKM, karena mereka tidak bisa melakukan aktivitas ekonomi sebagaimana biasanya.

"Fokus BRI dalam memberdayakan dan membangkitkan aktivitas pelaku Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) pada saat pandemi tersebut pun menjadi motor kinerja keuangan BRI pada saat itu," kata Sunarso.

Diketahui, selama empat tahun implementasi, pemanfaatan stimulus restrukturisasi kredit ini telah mencapai Rp 830,2 triliun yang diberikan kepada 6,68 juta debitur pada Oktober 2020, yang merupakan angka tertinggi sepanjang sejarah Indonesia. Sebanyak 75 persen dari total debitur penerima stimulus adalah segmen UMKM atau sebanyak 4,96 juta debitur dengan total outstanding Rp 348,8 triliun.  

Sejalan dengan pemulihan ekonomi yang terjadi, tren kredit restrukturisasi terus mengalami penurunan baik dari sisi outstanding maupun jumlah debitur. Pada Januari 2024, outstanding kredit restrukturisasi Covid-19 telah menurun signifikan menjadi Rp 251,2 triliun yang diberikan kepada 977 ribu debitur. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement