Senin 01 Apr 2024 14:06 WIB

BRI Sambut Baik Keputusan OJK Hentikan Kebijakan Restrukturisasi Kredit Terdampak Covid-19

Restrukturisasi kredit perbankan untuk dampak Covid-19 berakhir pada 31 Maret 2024.

PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk menyambut baik keputusan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang menghentikan kebijakan restrukturisasi kredit terdampak Covid-19 pada Ahad (31/3/2024) lalu.
Foto: BRI
PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk menyambut baik keputusan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang menghentikan kebijakan restrukturisasi kredit terdampak Covid-19 pada Ahad (31/3/2024) lalu.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk menyambut baik keputusan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang menghentikan kebijakan restrukturisasi kredit terdampak Covid-19 pada Ahad (31/3/2024) lalu. Dalam siaran persnya Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengumumkan bahwa kebijakan stimulus restrukturisasi kredit perbankan untuk dampak Covid-19 telah berakhir pada 31 Maret 2024.

OJK menyatakan industri perbankan telah siap menghadapi berakhirnya kebijakan tersebut. Berakhirnya kebijakan tersebut konsisten dengan pencabutan status pandemi Covid-19 oleh pemerintah pada Juni 2023, serta mempertimbangkan perekonomian Indonesia yang telah pulih dari dampak pandemi, termasuk kondisi sektor riil.

Baca Juga

Restrukturisasi kredit yang diterbitkan sejak awal 2020 telah banyak dimanfaatkan oleh debitur terutama pelaku UMKM. Stimulus restrukturisasi kredit merupakan bagian dari kebijakan countercyclical dan merupakan kebijakan yang sangat penting (landmark policy) dalam menopang kinerja debitur, perbankan, dan perekonomian secara umum untuk melewati periode pandemi. 

OJK menilai kondisi perbankan Indonesia saat ini memiliki daya tahan yang kuat (resilient) dalam menghadapi dinamika perekonomian dengan didukung oleh tingkat permodalan yang kuat, likuiditas yang memadai, dan manajemen risiko yang baik.

Terkait berakhirnya kebijakan stimulus restrukturisasi kredit perbankan terdampak Covid-19 tersebut disambut baik oleh BRI. Direktur Utama BRI yang juga merupakan Ketua Himbara (Himpunan Bank Milik Negara), Sunarso mengungkapkan kebijakan tersebut terbukti telah mampu menyelamatkan sebagian besar bisnis UMKM selama menghadapi pandemi Covid 19 yang mulai meluas di Indonesia pada tahun 2020.

Perseroan mengungkapkan BRI sendiri secara internal sudah tidak menggunakan kebijakan tersebut sejak 2023 lalu sebagai upaya untuk penerapan prudential banking. 

“BRI juga telah menerapkan langkah antisipatif merespons berakhirnya relaksasi restrukturisasi Covid pada Maret 2024, di mana BRI telah menyiapkan soft landing strategy. Dan kami optimistis berakhirnya relaksasi tersebut tidak akan berdampak signifikan pada kinerja kualitas kredit maupun kinerja keuangan BRI secara umum,” imbuhnya.

Di sisi lain, sebagai antisipasi risiko BRI juga tetap mengimbangi dengan melakukan pencadangan yang memadai, di mana hingga akhir Desember 2022 tercatat NPL Coverage BRI berada di level 305,73 persen. Cadangan tersebut digunakan untuk melakukan penghapusbukuan kredit UMKM yang benar-benar sudah tidak bisa direstrukturisasi lagi. Sehingga, pada Desember 2023 NPL Coverage turun di level 229,09 persen namun cadangan tersebut masih sangat memadai apabila terjadi pemburukan.

Sebelumnya pada pertengahan Februari 2024, Direktur Utama BRI Sunarso mengungkapkan perseroan telah mencatatkan penyusutan nilai kredit terdampak Covid-19 yang direstrukturisasi, di mana outstanding kredit restrukturisasi Covid-19 per Desember 2023 turun menjadi Rp 54,5 triliun dari Rp 107,2 triliun pada periode yang sama tahun sebelumnya.

“Apabila dihitung dari puncaknya, sebesar Rp 210 triliun itu sudah keluar dari status restrukturisasi sehingga sekarang outstanding-nya tinggal Rp 54 triliun,” kata Sunarso.

photo

Direktur Utama BRI Sunarso mengungkapkan bahwa perseroan telah mencatatkan penyusutan nilai kredit terdampak Covid-19 yang direstrukturisas. - (Dok. BRI)

Sunarso pun menyebut sejak awal pandemi terjadi, BRI telah mengambil langkah strategis untuk melakukan penyelamatan terhadap Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) yang memiliki peranan krusial terhadap perekonomian Indonesia. Tercatat UMKM memberikan kontribusi sebesar 60,3 persen dari total produk domestik bruto (PDB) Indonesia.

Selain itu, UMKM menyerap 97 persen tenaga kerja dan menyediakan 99 persen lapangan kerja di Indonesia. Namun, adanya pandemi Covid-19 memberikan tekanan berat bagi pelaku UMKM, karena mereka tidak bisa melakukan aktivitas ekonomi sebagaimana biasanya. Fokus BRI dalam memberdayakan dan membangkitkan aktivitas pelaku Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) pada saat pandemi tersebut pun menjadi motor kinerja keuangan BRI pada saat itu.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement