Senin 18 Mar 2024 18:35 WIB

DPR: Pekerja Informal Perlu Perlakukan Khusus untuk Bisa KPR

Backlog perumahan masih mencapai 12,7 juta unit.

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Lida Puspaningtyas
Nasabah mengakses aplikasi BTN Mobile saat melihat rumah bersubsidi di Perumahan Hadrah Land, Kabupaten Aceh Besar, Provinsi Aceh, Senin (12/2/2024). Selama 74 tahun, PT Bank Tabungan Negara (Persero) TBK (BTN) telah menjalankan tanggung jawab memberikan pembiayaan perumahan, terutama untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). Dari total 5,2 juta unit rumah yang telah didanai BTN, sekitar 4,05 juta unit dinikmati oleh MBR melalui program KPR Subsidi.
Foto: Republika/Edwin Dwi Putranto
Nasabah mengakses aplikasi BTN Mobile saat melihat rumah bersubsidi di Perumahan Hadrah Land, Kabupaten Aceh Besar, Provinsi Aceh, Senin (12/2/2024). Selama 74 tahun, PT Bank Tabungan Negara (Persero) TBK (BTN) telah menjalankan tanggung jawab memberikan pembiayaan perumahan, terutama untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). Dari total 5,2 juta unit rumah yang telah didanai BTN, sekitar 4,05 juta unit dinikmati oleh MBR melalui program KPR Subsidi.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dewan Perwakilan Rakyat menyoroti sektor pekerja informal membutuhkan bantuan khusus untuk dapat mengakses kepemilikan perumahan. Diketahui, masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) yang belum memiliki rumah layak huni sebagian besar adalah para pekerja informal.

Selama ini, pekerja informal kurang terlayani karena dianggap tidak bankable. Padahal, sebenarnya mereka memiliki penghasilan rutin meski fluktuatif. Oleh sebab itu, sektor ini kini menjadi perhatian khusus.

Baca Juga

Adapun, produk KPR rata-rata bertenor panjang hingga di atas 20 tahun. Nilai kreditnya pun tidak kecil, mengikuti harga rumah yang menjadi objek kredit. Oleh sebab bank itu lebih memilih debitur dari pekerja sektor formal dengan penghasilan rutin untuk memastikan KPR nya tidak macet di tengah jalan.

Anggota Komisi XI DPR RI Mukhamad Misbakhun menekankan perlunya restrukturisasi dalam ketersediaan dana murah untuk mendukung pertumbuhan sektor properti yang lebih berkelanjutan dan menekan backlog perumahan sekitar 12,7 juta. Menurutnya, saat ini diperlukan penyesuaian dalam pengalokasian dana.

"Terutama dalam mendukung sektor properti agar bisa berkembang secara optimal," ungkap Misbakhun dalam diskusi daring pada Selasa (26/2/2024).

Menurut Misbakhun, banyak dana murah seperti endowment fund atau dana abadi termasuk dana riset, dana pendidikan, dana pensiun Taspen dan Asabri yang belum dimaksimalkan sektor properti. Misbakhun menilai pemerintah perlu mempertimbangkan untuk menggeser sebagian dana dari instrumen dana abadi ataupun dana berkarakter jangka panjang tadi ke PT Bank Tabungan Negara (BTN) saja guna memperkuat sektor pembiayaan properti.

"Yang selama ini dimainkan di SUN atau pasar modal, bisa digeser ke BTN menjadi dana murah untuk menguatkan sektor pembiayaan. Saya kira pengambil kebijakan ke depan harus melihat ini, ada peluang (KPR subsidi dengan bunga) lebih rendah lagi. FLPP itu selalu habis di tengah jalan karena isunya ketersediaan dana. Jadi semua itu bisa digeser ke BTN untuk memantapkan perumahan sebagai sektor pengungkit pertumbuhan ekonomi," kata Misbakhun.

Menurutnya, kolaborasi yang solid antara pemerintah dan sektor swasta menjadi kunci dalam menciptakan ekosistem yang mendukung pertumbuhan sektor properti secara berkelanjutan.

PT Bank Tabungan Negara Tbk (BTN) sendiri telah bersinergi membantu pemerintah dalam menekan angka backlog perumahan yang masih tinggi. Salah satunya adalah dengan penyaluran kredit pemilikan rumah (KPR) ke pekerja di sektor informal.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement