Selasa 27 Feb 2024 14:30 WIB

Bapanas Ungkap Alasan Impor Terus-terusan

Stok Bulog level terakhir ada sekitar 800 ribu ton.

Rep: Fauziah Mursid/ Red: Lida Puspaningtyas
Kepala Badan Pangan Nasional Arief Prasetyo Adi saat hadir di Rakornas Penanganan Kerawanan Pangan dan Gizi di The Margo Hotel, Depok, Jawa Barat.
Foto: Republika/Fauziah Mursid
Kepala Badan Pangan Nasional Arief Prasetyo Adi saat hadir di Rakornas Penanganan Kerawanan Pangan dan Gizi di The Margo Hotel, Depok, Jawa Barat.

REPUBLIKA.CO.ID, DEPOK -- Kepala Badan Pangan Nasional/National Food Agency (NFA), Arief Prasetyo Adi, menyampaikan alasan Pemerintah yang hendak menambah kuota impor beras RI pada 2024 sebesar 1,6 juta ton, sehingga total menjadi 3,6 juta ton. Arief menyebut, tambahan impor beras tersebut sebagai bentuk kewaspadaan terjadi kekurangan beras akibat gangguan produksi seperti saat ini.

Namun, ia memastikan keputusan impor beras ini dilakukan secara terukur agar tidak memberatkan masyarakat dan harga di petani tetap terjaga.

Baca Juga

"Ini precaution, negara kita ini harus punya cadangan pangan pemerintah. Tahun lalu nanya kenapa impor. Hari ini terbukti kan yang dilakukan sekarang sangat terukur harga di petani jatuh nggak? nggak. Karena importasi terukur, produksi yang turun berapa yang masuk berapa, yang jadi CPP berapa," ujar Arief kepada wartawan di Depok, Jawa Barat, Selasa (27/2/2024).

Ia menyebut kebijakan impor beras sebagai bentuk sistem pencegahan dini terhadap stok pangan RI. Hal ini mengingat perubahan cuaca yang bisa menganggu produksi beras nasional. Hal ini mengacu pada prediksi BMKG, jika hanya tersisa satu bulan untuk turun hujan, yang artinya masa tanam tidak bisa dilakukan beberapa bulan mendatang.

"Artinya ya kita harus mempersiapkan 3 bulan lagi ke depan, katanya mau punya early warning system. Sekarang ditanya, kenapa 1,6 (juta ton) tambahan misalnya. Jadi ini namanya early warning system, jangan sudah kejadian, kita nggak punya stok atau baru nyari-nyari, nanti beras yang di dunia itu harganya akan tinggi. Karena seluruh dunia ini sekarang harga pangan itu memang naik," ujarnya.

Arief juga sekaligus menjawab alasan tambahan impor di saat sejumlah daerah memulai panen dan menggenjot tanam. Menurut dia, meskipun saat ini Kementerian Pertanian terus menggenjot pertanaman, tetapi belum ada jaminan produksi 100 persen berhasil.

"Bisa memastikan nggak, ada wereng atau nggak, banjir di beberapa tempat. Kita kan mesti tahu ya petanya. Kita tanam aja 1 juta hektar apakah 100 persen berhasil? Jadi 1 juta hektar yang ditanam temen-temen akan menghasilkan gabah sekitar 5 juta dan akan hasilkan beras 2,5 juta ton. Tapi kalau di bawah sejuta hektar kita mesti hati-hati karena produksi 3 bulan lagi kurang lebih akan demikian," ujarnya.

Arief mengakui, keputusan melakukan impor tidak mudah. Namun dibutuhkan demi ketersediaan pangan dan mencukupi seluruh kebutuhan masyarakat Indonesia. Sebab, stok Bulog level terakhir ada sekitar 800 ribu ton dari batas cukup sekitar 1,2 juta ton.

Sedangkan sisa kuota impor tahun 2023 lalu yang masih dalam perjalanan sekitar 500-600 ribu ton. Sementara kebutuhan konsumsi sekitar 2,5 juta ton tiap bulan.

"Untuk melakukan importasi itu tidak mudah. Dari Januari sampai hari ini baru masuk 500 ribu ton (sisa kuota impor), kemudian imporstasi pemerintah itu importasi yg terukur jadi kita harus jaga di di tingkat petani dengan baik. Hulu dan hilir, Pak Presiden pesan harus dijaga dengan baik," ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement