REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah diminta terus melakukan monitoring dan uji ketahanan perekonomian dan sektor keuangan melalui stress test yang dilakukan Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK). Hal ini untuk mengantisipasi dampak perlambatan ekonomi atau resesi Jepang terhadap Indonesia.
"Tentunya (Pemerintah) harus melakukan monitoring terutama KSSK melakukan sress test atau uji ketahanan terhadap berbagai indikator makro ekonomi maupun stabilitas di sektor keuangan," ujar Direktur Center of Economics and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira kepada Republika, Sabtu (17/2/2024).
Bhima menilai monitoring penting untuk mengukur sejauh mana risiko ekonomi Jepang tersebut berdampak baik untuk kawasan global, regional, maupun domestik.
"Karena memang dampak pastinya dari sisi risiko ekonomi Jepang itu terhadap kawasan global dan juga terhadap domestik Indonesia terutama melalui jalur perdagangan," ujarnya.
Ia menyebutkan, tidak hanya Indonesia, resesi yang terjadi di negara matahari terbit itu juga berdampak ke pasar ASEAN dan perekonomian negara-negara kawasan. Hal ini karena Jepang adalah hub investasi dan hub perdagangan bagi sejumlah negara.
"Di mana banyak investor Jepang dan perusahaan Jepang memiliki perusahaan trading di Singapura, Malaysia, Thailand juga mungkin akan terdampak. Karena banyak industri otomotif Jepang itu memiliki pabrik yang cukup besar di Thailand ya," ujarnya.
Menurutnya, resesi di Jepang akan berdampak bagi Malaysia khususnya peralatan suku cadang elektronik dan otomotif.
"Nah itu efeknya pasti akan terdampak ke sana gitu. Jadi pertumbuhan ekonomi ASEAN pun diperkirakan juga sedikit lebih lambat imbas dari resesi di Jepang," ujarnya.