Kamis 08 Feb 2024 08:20 WIB

Gelombang Boikot, Unilever Akui Sentimen Negatif Konsumen Picu Penurunan Penjualan

Konflik yang terjadi di Timur Tengah disebut berimbas pada penurunan penjualan.

Logo Unilever.
Foto: AP/Tatan Syuflana
Logo Unilever.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- PT Unilever Indonesia Tbk (UNVR) mengakui bahwa sentimen negatif konsumen akibat situasi geopolitik di Timur Tengah sempat mempengaruhi kinerja perseroan, khususnya dalam penjualan domestik. Konflik yang terjadi di Timur Tengah disebut berimbas pada penurunan penjualan domestik Unilever Indonesia menjadi minus 5,2 persen pada 2023.

“Kuartal III 2023 cukup baik, kita mulai bulan Oktober juga dengan cukup kuat. November dan Desember 2023 kami terdampak oleh sentimen yang negatif karena situasi geopolitik. Ini berdampak ke penjualan domestik,” kata Presiden Direktur Unilever Indonesia Benjie Yap di Jakarta, Rabu.

Baca Juga

Unilever Indonesia membukukan penjualan bersih sebesar Rp 38,6 triliun di tahun 2023, turun 6,32 persen jika dibandingkan tahun 2022 yang tercatat Rp 41,21 triliun.

Perseroan juga meraup laba bersih sebesar Rp 4,8 triliun sepanjang tahun 2023, turun 10,5 persen secara tahunan (yoy) bila dibandingkan dengan tahun 2022 yang tercatat Rp 5,36 triliun.

Namun, Benjie menilai di awal tahun 2024 ini, perseroan telah mampu memulihkan keadaan secara perlahan, meskipun ia menyadari bahwa sentimen negatif tersebut masih menjadi tantangan eksternal yang akan berdampak terhadap kinerja bisnis perseroan tahun ini.

Oleh karena itu, Unilever Indonesia berfokus untuk mengatasi tantangan tersebut dengan berbagai upaya.

Upaya pertama, perseroan memulai upaya pemberantasan informasi palsu atau hoaks yang telah beredar di berbagai sosial media. Perseroan terus mengoreksi hioks, serta memastikan bahwa konsumen menerima informasi yang valid.

Upaya kedua, Unilever Indonesia menggandeng masyarakat, berbagai komunitas, hingga tokoh-tokoh agama dalam memberantas misinformasi yang beredar.

"Kami (Unilever Indonesia) bekerja sama dengan komunitas, masyarakat, tokoh-tokoh agama dan komunitas masjid untuk memulihkan sentimen ini di setiap toko dan setiap daerah,” jelas Benjie.

Upaya ketiga, Unilever Indonesia akan terus memantau fluktuasi terhadap tingkat inflasi pada komoditas tertentu.

Lebih lanjut, Benjie menekankan bahwa perusahaan tetap fokus pada pertumbuhan jangka panjang dengan melaksanakan lima prioritas strategis, termasuk memperkuat dan mengembangkan portofolio produk, membangun kekuatan eksekusi, dan menempatkan keberlanjutan sebagai inti dari perusahaan.

Kelima prioritas strategis tersebut yakni memperkuat dan membuka (unlock) potensi dari brand-brand (jenama) utama, memperluas portofolio ke premium dan segmen nilai (value segment), membangun execution powerhouse, memimpin kapabilitas transformasional, dan menempatkan prinsip keberlanjutan sebagai inti dari perseroan.

Tahun ini, perseroan juga mempersiapkan belanja modal (capex) sekitar 2,4-2,5 persen dari total pendapatan tahun 2023.

Menurut Senior Investment Information Mirae Asset Sekuritas Nafan Aji Gusta, kinerja Unilever Indonesia selama tahun 2023 tetap menarik perhatian. Terlepas persaingan yang semakin ketat di pasar domestik, Unilever Indonesia masih memiliki potensi untuk pertumbuhan yang signifikan, didorong oleh konsumsi domestik yang tetap stabil.

Nafan menyoroti bahwa konsumsi rumah tangga yang terjaga menjadi salah satu faktor utama yang mendukung pertumbuhan bisnis Unilever.

Namun, dirinya juga menegaskan bahwa tantangan yang dihadapi perusahaan tidak bisa diabaikan, terutama dengan munculnya berbagai produk dari pesaing yang semakin beragam.

"Dalam menghadapi kompetisi yang semakin ketat, inovasi produk menjadi kunci untuk pertumbuhan yang berkelanjutan bagi Unilever Indonesia. Mereka perlu memperkuat efisiensi bisnis dan terus mengembangkan produk yang dapat menjangkau semua level konsumen," ujar Nafan.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement