Rabu 07 Feb 2024 18:57 WIB

BI Sebut Kebijakan Suku Bunga RI tidak Bergantung pada The Fed

Prinsipnya, kebijakan suku bunga BI bergantung pada data.

Tangkapan layar Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (BI) Destry Damayanti dalam konferensi pers bulanan RDG BI Oktober 2023, Kamis (19/20/2023). 
Foto: Dok Tangkap Layar
Tangkapan layar Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (BI) Destry Damayanti dalam konferensi pers bulanan RDG BI Oktober 2023, Kamis (19/20/2023). 

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (BI) Destry Damayanti mengatakan kebijakan suku bunga BI tidak bergantung pada Federal Reserve atau The Fed.

"Kapan BI menurunkan suku bunga? Apakah saat The Fed menurunkan suku bunga? Tidak selalu seperti itu. Kita prinsipnya bergantung pada data. Kalau ekonomi domestik sudah oke, saatnya turunkan suku bunga, akan kita turunkan meski The Fed belum menurunkan,” kata Destry dalam Economic Outlook 2024 di Jakarta, Rabu (7/2/2024).

Baca Juga

Destry mencontohkan ketika The Fed menaikkan suku bunga hingga 550 basis poin (bps), BI hanya menaikkan suku bunga sebesar 250 bps. Untuk mengantisipasi kondisi ekonomi, BI turut mengoptimalkan bauran kebijakan lainnya, seperti makroprudensial dan sistem pembayaran.

"Jadi, untuk moneter, fokus kita adalah pro-stability," ujar dia.

Sebelumnya, Bank Indonesia (BI) melalui Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI pada 16-17 Januari 2024 memutuskan untuk mempertahankan suku bunga acuan atau BI-Rate tetap di level 6 persen. Suku bunga deposit facility dipertahankan di posisi 5,25 persen, dan suku bunga lending facility juga tetap sebesar 6,75 persen.

"Keputusan mempertahankan BI-Rate pada level 6 persen tetap konsisten dengan fokus kebijakan moneter yang pro-stability yaitu untuk penguatan stabilisasi nilai tukar rupiah," kata Gubernur BI Perry Warjiyo dalam Pengumuman Hasil Rapat Dewan Gubernur BI Bulan Januari 2024 di Jakarta.

Keputusan tersebut juga mendukung langkah pre-emptive dan forward looking untuk memastikan inflasi tetap terkendali dalam sasaran 2,5 plus minus satu persen pada 2024.

Sementara itu, kebijakan makroprudensial dan sistem pembayaran tetap pro-growth untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. "Kebijakan makroprudensial longgar terus ditempuh untuk mendorong kredit/ pembiayaan perbankan kepada dunia usaha dan rumah tangga," ujar Perry.

Selain itu, akselerasi digitalisasi sistem pembayaran, termasuk digitalisasi transaksi keuangan pemerintah pusat dan daerah juga terus didorong untuk meningkatkan volume transaksi dan memperluas inklusi ekonomi-keuangan digital.

Bank Indonesia terus memperkuat bauran kebijakan moneter, makroprudensial dan sistem pembayaran untuk menjaga stabilitas dan mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.

 

 

sumber : ANTARA
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement