REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perusahaan BUMN jasa konstruksi PT PP Presisi Tbk (PPRE) mencatatkan kontrak baru senilai Rp 6,7 triliun per Desember 2023, atau meningkat 28,7 persen year on year (yoy) dibandingkan senilai Rp 5,2 triliun pada Desember 2022.
Direktur Utama PP Presisi I Gede Upeksa Negara mengatakan nilai kontrak baru periode akhir tahun 2023 itu didominasi oleh nilai pemasaran yang senilai Rp 4,9 triliun atau 74 persen dari total nilai kontrak baru, dan sisanya diperoleh dari entitas anak PPRE.
Berdasarkan lini bisnis, lanjutnya, kontrak baru didominasi oleh sektor jasa pertambangan sebesar 66 persen atau senilai Rp 4,4 triliun, atau tumbuh sebesar 11 persen (yoy) dibandingkan tahun lalu yang berkontribusi sebesar 55 persen pada sektor jasa pertambangan.
“Pencapaian ini menunjukkan bahwa strategi perseroan untuk tetap fokus pada jasa pertambangan sudah tepat,” ujar Gede melalui siaran pers, Rabu (31/1/2024).
Pada penghujung 2023, perseroan mendapatkan kontrak baru senilai Rp 923,2 miliar, yang didominasi oleh proyek jasa pertambangan senilai Rp 574,5 miliar, konstruksi sipil senilai Rp 163,4 miliar, lini bisnis supporting senilai Rp 28 miliar, serta tambahan pekerjaan pada proyek civil work melalui anak usaha PT LMA senilai Rp 157,1 miliar.
“Kami menargetkan pertumbuhan perolehan kontrak baru tahun 2024 antara 15–20 persen, dan masih akan didominasi oleh sektor jasa pertambangan,” ujar Gede.
Gede menyebut perseroan akan terus memperkuat kinerja keuangan melalui produk-produk unggul yang selalu mengedepankan quality dan safety berbasis manajemen risiko, agar dapat mencetak laba secara maksimal untuk perusahaan yang sehat dan berkelanjutan.
PT PP membukukan laba bersih senilai Rp239,72 miliar pada kuartal III- 2023, atau meningkat 70 persen (yoy), dan membukukan pendapatan usaha senilai Rp12,22 triliun, atau turun 9,18 (yoy), seiring melemahnya segmen jasa konstruksi.
Hingga kuartal III- 2023, perseroan membukukan total aset senilai Rp59,31 triliun atau naik 2,96 persen year to date (ytd), dengan liabilitas melesat 41,90 persen (ytd) menjadi Rp 44,21 triliun, sedangkan ekuitas meningkat 1,87 persen (ytd) menjadi Rp 15,09 triliun.