REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Jatah pupuk subsidi bagi petani di awal 2024 ini mengalami penyusutan. Kementerian Pertanian menjelaskan, menurunnya jatah pupuk subsidi petani karena harga produksi yang melonjak. Sehingga, alokasi anggaran sebesar Rp 26,6 triliun ternyata hanya mampu menghasilkan 4,7 juta ton pupuk subsidi jenis urea dan NPK.
Sekretaris Jenderal Aliansi Petani Indonesia, Nuruddin mengatakan, penurunan ini tentunya sangat berimbas ke para petani. Khususnya, dalam menurunkan produksi tanaman padi.
"Ya sangat berimbas, di satu sisi juga berpengaruh ke penurunan jumlah produksi dan satu sisi menghambat produktivitas tanaman padi. Karena salah satu yang terpenting itu kan NPK sama SP36 yang dibutuhkan petani untuk tanaman padi itu bisa berproduksi dan menghasilkan beras," ujar Nuruddin kepada Republika, Kamis (25/1/2024).
Nuruddin menyampaikan, berdasarkan data, tren alokasi pupuk subsidi memang terus menurun dari sebelumnya mencapai 23 juta ton kemudian menjadi 9,04 juta pada 2023. Nuruddin mengakui, jika penurunan ini terjadi karena kemampuan APBN yang menurun dan distribusi logistik bahan baku pupuk terhambat khususnya dari Eropa Timur, Rusia dan Ukraina akibat perang.
"Itu alasan kemudian harga baku pupuk urea serta potasium menjadi mahal dan negara tidak memiliki kemampuan untuk bisa memproduksi sesuai kebutuhan pertanian perkebunan kehutanan yang sebesar 23 juta ton dan turun menjadi 9,04 ton," ujarnya
Namun demikian, Menteri Pertanian Andi Amran menyebut, belakangan tren alokasi subsidi pupuk Indonesia memang terus menurun, dari Rp 34,1 triliun menjadi Rp 31,1 triliun pada 2020. Kemudian terus menurun hingga Rp 25,3 triliun pada 2023.
Kondisi ini diikuti dengan penurunan jumlah volume yang diberikan rata-rata sekitar 9 juta ton hingga hanya mampu 6,1 juta ton pada tahun 2023.
Terkini kemampuan subsidi pemerintah hanya 4,7 juta ton pada 2024. Hal ini akibat bahan baku yang semakin mahal, yakni Harga DAP (Diamonium Fosfat) mengalami kenaikan sebesar 76,95 persen, sedangkan harga pupuk urea naik hingga sebesar 235,85 persen.
Sehingga, Nuruddin menilai penurunan pupuk subsidi menjadi hal yang penting bagi petani dan perlu menjadi perhatian pemerintah. Menurunnya produksi padi, bisa berimbas naiknya inflasi mengingat beras salah satu penyumbang inflasi.
"Sehingga faktor pupuk ini juga menjadi salah satu faktor yang memicu adanya inflasi yang disebabkan oleh kenaikan harga pangan dan itu linier dengan penurunan jumlah pupuk bersubsidi dari kemampuan negara mengalokasikan," katanya.
Sebelumnya, Pemerintah melalui Kementerian Pertanian memastikan akan menambah alokasi anggaran untuk pupuk subsidi. Rencananya, dana tersebut akan ditingkatkan sebesar Rp 14 triliun sehingga meningkatkan anggaran pupuk subsidi dari Rp 26,6 triliun menjadi Rp 40,6 triliun.
Tujuannya adalah memenuhi kebutuhan pupuk bersubsidi, meningkatkan distribusi dari 30 er menjadi 60 persen, atau dari 4,7 juta ton menjadi 7,2 juta ton.
Sehingga pupuk urea akan meningkat dari 2,7 juta ton menjadi 4,1 juta ton, sedangkan pupuk NPK dari 2,0 juta ton menjadi 3,1 juta ton. Seluruh perubahan ini akan mendukung 14.286.331 NIK petani yang telah terdaftar di sistem sebagai pengusul subsidi pupuk.