Senin 22 Jan 2024 19:34 WIB

Indef: Sektor Teknologi Punya Potensi Picu Greenflation Bagi RI

komponen dari PLTS masih berasal dari luar negeri.

Petugas memeriksa panel surya di atap Trans Studio Mall Bandung, Bandung, Jawa Barat, Selasa (28/11/2023).
Foto: REPUBLIKA/ABDAN SYAKURA
Petugas memeriksa panel surya di atap Trans Studio Mall Bandung, Bandung, Jawa Barat, Selasa (28/11/2023).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peneliti Center of Food, Energy and Sustainable Development Indef Dhenny Yuartha menilai sektor teknologi untuk transisi menuju Energi Baru Terbarukan (EBT) mempunyai potensi untuk memicu greenflation atau inflasi hijau di Indonesia.

Hal itu karena salah satu upaya untuk beralih menuju EBT adalah dengan mengaplikasikan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS). Namun, banyak komponen dari PLTS masih berasal dari luar negeri.

Baca Juga

"Mungkin greenflation ini akan muncul dari barang-barang teknologi seperti solar panel. Solar panel ini kan kita masih impor untuk teknologi-teknologi tersebut," kata Dhenny dalam diskusi publik 'Tanggapan Indef atas Debat Keempat' dipantau secara virtual di Jakarta, Senin (22/1/2024).

Tak hanya PLTS, pemanfaatan teknologi lainnya yang berkaitan dengan transisi EBT di Indonesia masih mengandalkan komponen impor. Ini akan berimbas pada inflasi mengingat Indonesia masih mengenakan tarif impor yang cukup tinggi untuk barang atau teknologi ramah lingkungan.

Inflasi hijau yang dimaksud mengacu pada terjadinya kenaikan barang-barang ramah lingkungan yang disebabkan oleh adanya upaya transisi hijau.

Istilah inflasi hijau ramai diperbincangkan publik setelah calon wakil presiden (cawapres) nomor urut 2 Gibran Rakabuming Raka menanyakan strategi mengatasi inflasi hijau kepada cawapres nomor urut 3, Mahfud Md saat debat keempat Pilpres 2024 di JCC, Senayan, Jakarta, Minggu malam (21/1)

Namun Dhenny menilai, inflasi hijau di Indonesia saat ini belum menjadi isu yang perlu dikhawatirkan mengingat penetapan target transisi energi Indonesia yang masih belum maksimal.

"Tapi kalau kita lihat targetnya (transisi energi RI) sebenarnya nggak terlalu ambisius ya. Target renewable energy-nya. Jadi greenflation sebenernya belum jadi isu untuk kasus di Indonesia,” jelasnya.

Selain itu, aksi cawapres Gibran dalam memberikan contoh kasus gerakan demo rompi kuning atau 'The Yellow Vest Movement' di Prancis juga dinilai kurang relevan bagi Indonesia.

Hal tersebut dikarenakan Prancis menjadi negara yang rentan memicu inflasi hijau sebab tidak memiliki banyak sumber EBT dalam menjalankan transisi energi. Disusul dengan faktor iklim yang akan berimbas pada perubahan harga-harga barang.

"Seperti Prancis yang semalam di singgung, yang ada demo Rompi Kuning. Ini berbeda kasus ya, karena di Prancis itu mereka nggak punya banyak resource yang cukup ya, untuk melakukan shifting ke renewable energy," ujar Dhenny.

 

sumber : ANTARA
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement