Selasa 16 Jan 2024 20:26 WIB

TransJakarta Sampaikan Tiga Faktor Utama Penggantian Nama Halte

Banyak aspek terjadinya perubahan nama halte TransJakarta terkait dengan integrasi.

Pekerja menyelesaikan pembangunan Halte Transjakarta UKI di Jakarta, Senin (11/9/2023).
Foto: Republika/Prayogi
Pekerja menyelesaikan pembangunan Halte Transjakarta UKI di Jakarta, Senin (11/9/2023).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Manajemen PT Transportasi Jakarta (TransJakarta) menyebutkan tiga faktor utama yang menjadi pertimbangan dalam mengganti nama halte.

"Jadi ada (tiga) faktor pertimbangan perubahan nama halte," kata Direktur Pelayanan dan Bisnis TransJakarta, Fadly Hasan dalam diskusi mengenai kinerja korporasi tahun 2023 di Balai Kota DKI, Jakarta Pusat, Selasa (16/1/2024).

Baca Juga

Pertimbangan pertama segi layanan. Supaya pelanggan TransJakarta mendapatkan informasi dan kurasi informasi. "Karena sebetulnya dalam perjalanan kita ini banyak aspek yang terjadi perubahan nama halte terkait dengan integrasi," kata Fadly.

Fadly mencontohkan Halte BNN yang sekarang sudah terintegrasi dengan Stasiun LRT Cawang. Itulah sebabnya PT TransJakarta mengubah nama halte tersebut menjadi Halte Cawang.

"Dengan Cikoko, itu juga sama disebutkan karena ada integrasi. Ada sekian halte yang berubah karena adanya aspek integrasi itu," ujar Fadly.

Faktor kedua, sebagai kota global tentunya akurasi menjadi hal yang sangat penting sehingga perlu adanya perubahan nama halte yang mengikuti sesuai dengan daerahnya. "Contohnya flyover Jatinegara dengan Stasiun Jatinegara, itu sebenarnya satu halte, atas dan bawah. Itu sebabnya kita samakan namanya," katanya.

Lalu Pulogadung 1 dan 2 digabung menjadi Pulogadung. "Jadi sebetulnya ada aspek-aspek itu," kata Fadly.

Lalu, faktor ketiga terkait netralisasi dengan adanya nama-nama tokoh ataupun area komersial dan lain-lain. "Sehingga ketika ke depan kita ingin melakukan pemanfaatan halte, maka tidak ada potensi terjadi tuntutan dari pihak ketiga," katanya.

Terkait sosialisasi perubahan nama halte ke pelanggan TransJakarta, pihaknya terus melakukan sosialisasi melalui media online ataupun diskusi ke komunitas dan lembaga. Hal itu mengingat sebanyak 1,1 juta pelanggan TransJakarta tentunya belum tersosialisasi secara menyeluruh.

Sebelum diputuskan perubahan beberapa nama halte, pihaknya sudah berdiskusi dengan beberapa komunitas terkait langkah-langkah yang akan ditempuh. "Naming rights' (hal penamaan) itu hal baru di kita. Kalau kita melihat dari negara maju, sudah biasa. Itu hak penamaan suatu gedung," katanya.

Fadly memastikan, TransJakarta sebagai bagian dari Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Pemerintah Provinsi DKI Jakarta terus berupaya menjadi transportasi publik yang maksimal dalam rangka memberikan pelayanan terbaik.

 

sumber : ANTARA
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement