Ahad 07 Jan 2024 22:13 WIB

'South and South' Strategi Diplomasi untuk Mitigasi Iklim

Saat ini China disebut sebagai pemimpin Global South

Rep: Intan Pratiwi/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Presiden COP 28 Sultan Al Jaber menjelaskan salah satu poin penting dalam COP 28 kemarin adalah mendorong mobilisasi investasi maupun isu mitigasi iklim ke negara bagian selatan.
Foto: EPA-EFE/MARTIN DIVISEK
Presiden COP 28 Sultan Al Jaber menjelaskan salah satu poin penting dalam COP 28 kemarin adalah mendorong mobilisasi investasi maupun isu mitigasi iklim ke negara bagian selatan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dalam debat Capres ketiga, Ahad (7/1/2024), salah satu pertanyaan yang dilempar oleh panelis terkait strategi diplomasi 'selatan - selatan'. Ternyata, diplomasi selatan selatan atau saat ini lebih dikenal sebagai global south memang gencar dilakukan.

Terlebih saat presidensi COP 28 November 2023 silam. Salah satu semangatnya adalah pendanaan transisi energi dan mitigasi iklim, seluruh negara yang ada di bagian selatan menyatukan suara untuk bisa memobilisasi strategi mitigasi iklim.

Presiden COP 28 Sultan Al Jaber menjelaskan salah satu poin penting dalam COP 28 kemarin adalah mendorong mobilisasi investasi maupun isu mitigasi iklim ke negara bagian selatan. Sebab, dampak dari krisis iklim lebih banyak menyasar pada negara selatan, dimana mayoritas merupakan negara berkembang.

"Presidensi berkomitmen untuk membuka pendanaan hijau yang lebih besar untuk memastikan akses yang lebih luas untuk global south," kata Al Jaber, Kamis (30/11/2023) silam.

Diplomasi selatan selatan menjadi hal yang sedang dilakukan untuk mitigasi iklim saat ini. Sebab, gaung transisi energi yang sempat dicetuskan pada perjanjian Paris 2014 silam menuntut negara berkembang bisa melakukan percepatan.

Tuntutan tersebut akhirnya membuat diplomasi global south menjadi kompak. Negara bagian selatan bergabung untuk menyatuhkan kekuatan untuk bisa mendesak dukungan nyata kelompok berkembang.

Dilansir dari laporan Policy Centre for The New South menyebutkan, China disebut sebagai pemimpin Global South. Pemerintah China menilai ancaman iklim yang dihadapi saat ini dikarenakan kebijakan yang diambil negara industri sejak tahun 1850.

Maka, pada saat presidensi COP 28 mampu mencetuskan kebijakan "Loss and Damage" fund yang mendorong para negara berkembang untuk bisa merealisasikan janji investasi mitigasi iklim.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement