REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, mengatakan pembiayaan atau penarikan utang selama 2023, tercatat sebesar Rp 407 triliun, turun 41,5 persen dibandingkan realisasi tahun 2022.
“Dibandingkan tahun 2022, di mana pembiayaan utang mencapai Rp 696 triliun, realisasi 2023 kemarin pembiayaan turun 41,5 persen,” kata Sri Mulyani saat konferensi pers Kinerja dan Realisasi APBN 2023 di Jakarta, Selasa (3/1/2024).
Di samping itu, realisasi pembiayaan utang juga berada di bawah target Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2023 yang direncanakan sebesar Rp 696,3 triliun. Artinya, realisasi hanya sebesar 58,4 persen dari target.
Adapun dari Peraturan Presiden Nomor 75 Tahun 2023 yang dipatok sebesar Rp 421,2 triliun, realisasi pembiayaan utang sebesar 96,6 persen terhadap Perpres.
“Pembiayaan utang tadinya direncanakan Rp 696,3 triliun, dalam Perpres 75 kita revisi ke bawah jadi Rp 421,2 triliun, ternyata realisasinya Rp 407 triliun,” ujar Sri Mulyani.
Secara rinci, pembiayaan utang tersebut terdiri dari Surat Berharga Negara (SBN) sebesar Rp 308,7 triliun serta pinjaman Rp 98,2 triliun. Realisasi SBN turun 53,1 persen dari realisasi tahun lalu sebesar Rp 658,8 triliun. Sementara realisasi pinjaman naik 164 persen dari Rp 37,2 triliun pada tahun lalu.
“Jadi, secara keseluruhan, SBN neto turun tapi pinjaman agak naik, dan total pembiayaan kita turunnya 41,5 persen,” ujar Menkeu.
Bendahara negara menjelaskan turunnya pembiayaan utang pada 2023 sejalan dengan konsolidasi fiskal dan pulihnya ekonomi nasional. Tingkat imbal hasil (yield) SBN juga terkendali dan cost of fund dapat dijaga dengan efisien di tengah dinamika global dan volatilitas pasar keuangan.