REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Wakil Presiden KH Ma'ruf Amin menyebut pekerja migran Indonesia (PMI) berjasa dalam menyumbangkan penerimaan negara. Pada 2023, tercatat devisa melalui remitansi mencapai Rp 139 triliun pada 2022 yang menjadikannya terbesar kedua setelah sektor migas.
"Pada 2022, devisa melalui remitansi mencapai Rp 139 triliun, atau yang terbesar kedua setelah sektor migas," ujar Wapres dalam sambutannya di Peringatan Hari Pekerja Migran Internasional (HPMI) Tahun 2023 di Tennis Indoor Senayan, Jakarta, Senin (18/12/2023).
Wapres mengatakan, sejak 2007 hingga Desember 2023, jumlah Pekerja Migran Indonesia tercatat sekitar 4,8 juta orang. Para pekerja migran menurutnya juga, berkontribusi terhadap pengurangan pengangguran dan peningkatan daya ungkit ekonomi daerah asal.
Tak hanya sebagai pahlawan devisa, PMI kata Wapres, juga duta negara yang turut mempromosikan berbagai hal positif tentang Indonesia, baik adat, dan budaya, serta potensi kuliner dan pariwisata. Karena itu, ia menegaskan pemerintah, baik pusat maupun daerah, mempunyai kewajiban untuk menyiapkan kompetensi bagi calon pekerja migran baik teknis maupun bahasa, sehingga mereka dapat merebut peluang kerja di luar negeri.
"Menjadi kewajiban pemerintah untuk memastikan proses persiapan sebelum keberangkatan, serta pelatihan dan penempatannya, dilakukan secara tertib dan sesuai ketentuan berlaku," ujarnya.
Menurut Wapres, penyiapan kompetensi ini penting untuk mewujudkan pekerja migran yang berdaya. Ia menilai tema yang diangkat Indonesia dalam peringatan Hari Pekerja Migran Internasional 2023, yaitu merdeka, berdaya, dan sejahtera relevan dengan upaya perlindungan pekerja migran.
"Kita menginginkan mereka merdeka dari belenggu sindikat penempatan ilegal dan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) sehingga dapat hidup lebih sejahtera," ujarnya.
Wapres pun minta seluruh instansi yang berwenang untuk serius memerangi TPPO yang jelas bertentangan dengan Hak Asasi Manusia. Ia meminta agar disosialisasikan secara masif kepada rekan, keluarga, dan tetangga, tentang risiko pekerja ilegal dan TPPO, seperti risiko kekerasan, gaji tidak dibayarkan, eksploitasi jam kerja, dan diperjual-belikan antarmajikan.
"Pekerja migran tanpa dokumen resmi tidak bisa mendapat perlindungan dari pemerintah ataupun penyedia kerja, serta rentan akan penipuan dan eksploitasi oleh penyalur," ujarnya.