Kamis 23 Nov 2023 17:53 WIB

Erick: Indonesia-Australia Kompak Kembangkan Industri Kendaraan Listrik

Indonesia, ucap Erick, telah mengembangkan industri hilirisasi nikel.

Rep: Muhammad Nursyamsi/ Red: Ahmad Fikri Noor
Menko Marves Ad Interim Erick Thohir dan Menteri Industri dan Sains Australia Edham Nurredin Ed Husic menandatangani nota kesepahaman di kantor Kementerian BUMN, Jakarta, Kamis (23/11/2023).
Foto: Republika/ Muhammad Nursyamsi
Menko Marves Ad Interim Erick Thohir dan Menteri Industri dan Sains Australia Edham Nurredin Ed Husic menandatangani nota kesepahaman di kantor Kementerian BUMN, Jakarta, Kamis (23/11/2023).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Ad Interim Erick Thohir dan Menteri Industri dan Ilmu Pengetahuan Australia Ed Husic melaksanakan penandatanganan nota kesepahaman atau MoU pembentukan mekanisme bilateral kolaborasi memajukan kendaraan listrik (EV) Indonesia-Australia di kantor Kementerian BUMN, Jakarta, Kamis (23/11/2023). Hal ini dalam rangka menindaklanjuti komitmen Pemerintah Indonesia dan Australia pada Annual Leaders' Meeting untuk memajukan kerja sama dan kolaborasi dalam industri kendaraan listrik. 

Erick mengatakan, mekanisme bilateral ini akan memfasilitasi hubungan kerja sama yang saling menguntungkan, serta kolaborasi dalam memetakan rantai pasok dan ekosistem kendaraan listrik, berbagi best practice mengenai standar lingkungan sosial, dan tata kelola (ESG), mendukung transfer pengetahuan, memfasilitasi kemitraan bisnis ke bisnis baru serta membentuk komite pengarah bersama untuk memandu alur kerja dan memantau hasil kolaborasi.

Baca Juga

"Indonesia dan Australia tidak hanya memiliki kedekatan geopolitik, namun keduanya juga memiliki sumber daya mineral yang melimpah, serta peluang untuk menjadi pemain kunci dalam rantai pasokan kendaraan listrik global," ujar Erick.

Erick mengatakan, nikel dan litium adalah dua mineral utama yang digunakan dalam baterai kendaraan listrik. Indonesia, ucap Erick, telah mengembangkan industri hilirisasi nikelnya menuju ekosistem kendaraan listrik dalam lima tahun terakhir. 

"Telah ada tiga pabrik di Indonesia yang beroperasi untuk memproduksi mixed hydroxide precipitate, bahan dasar prekursor baterai. Selain itu, beberapa proyek manufaktur baterai juga telah direncanakan akan dimulai pada bebarapa tahun mendatang," sambung Erick. 

Sementara itu, lanjut Erick, Australia memiliki 24 persen cadangan litium dunia atau terbesar kedua setelah Chile. Erick mengatakan, Australia menyumbang 43 persen dari ekstraksi litium global pada 2022. 

Menurut Erick, Australia dapat mengambil manfaat dari sumber daya litium yang melimpah ini dengan berkolaborasi dengan Indonesia, yang telah mengembangkan industri nikelnya, dalam membangun poros baru ekosistem baterai kendaraan listrik, serta menjalin aliansi.

"Dengan adanya komitmen Pemerintah Australia untuk menugaskan perwakilan dari Departemen Perindustrian, Ilmu Pengetahuan, dan Sumber Daya (DISR) dan Departemen Perubahan Iklim, Energi, Lingkungan dan Air (DCCEEW) ke Kedutaan Besar Australia di Jakarta, kami yakin MoU ini dapat menjadi tonggak kolaborasi nyata untuk menggapai ambisi bersama ini," kata Erick.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement