REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kamar Dagang dan Industri (Kadin) menilai upaya pemerintah untuk menaikkan target penerimaan pajak dalam APBN 2023 menjadi momentum tidak tepat. Pemerintah mematok target penerimaan pajak pada tahun ini sebesar Rp 1.818 triliun atau meningkat 5,82 persen dibandingkan dengan Peraturan Presiden Nomor 130 Tahun 2022 sebesar Rp 1.718 triliun.
Adapun revisi penerimaan pajak tersebut tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor 75 Tahun 2023 yang merevisi Peraturan Presiden Nomor 130 Tahun 2022 tentang perincian APBN 2023. Deputi Kepala Komite Tetap untuk Asia Pacific Kadin Bambang Budi Suwarso mengatakan sejumlah menteri baik yang bukan pengurus atau juga pengurus partai politik kabinet sudah mulai fokus dalam menghadapi pesta demokrasi pemilihan umum 2024 mendatang.
“Yang jadi masalah saat ini, para menteri dari masing-masing kementerian dan lembaga sudah mulai fokus dalam menghadapi Pemilu 2024 dengan partai politiknya. Hal ini yang membuat target tersebut dinilai tidak bisa dicapai secara maksimal,” ujarnya kepada Republika, Kamis (16/11/2023).
Menurutnya untuk mencapai target tersebut tidak hanya tugas dari Direktorat Jendral Pajak Kementerian Keuangan saja, tapi semua kementerian dan lembaga yang lain juga harus bahu membahu dalam membantu pencapaian tersebut.
Jika target dinaikkan penerimaan pajak tahun ini didorong oleh kenaikan PPh minyak dan gas, menurut Bambang, hal tersebut sangat bertolak belakang dengan kampanye pemerintah, salah satunya dekarbonisasi yang mendukung penggunaan energi terbarukan sebagai bentuk energy transition. Menurutnya Kementrian keuangan harus berjalan seiring dengan agenda utama peemerintah dalam mewujudkan pertumbuhan ekonomi berkelanjutan.
“Presiden Joko Widodo selalu menggaungkan kampanye energi terbarukan di Indonesia, sebagai komitmen Indonesia dalam mengurangi emisi karbon pada 2060 mendatang”, ucapnya.
Adapun target PPh migas meningkat 16,62 persen menjadi Rp 71,65 triliun dari sebelumnya Rp 61,44 triliun. Sedangkan target penerimaan PPh nonmigas meningkat 11,94 persen menjadi Rp 977,89 triliun dari sebelumnya Rp 879,62 triliun.