Kamis 16 Nov 2023 08:25 WIB

Saham Emiten Ini Rontok Sebulan Terakhir, Imbas Seruan Boikot Produk Pendukung Israel? 

Seruan boikot juga ditujukan kepada jaringan restoran cepat saji asal AS.

Rep: Retno Wulandhari/ Red: Ahmad Fikri Noor
Karyawan berjalan dengan latar belakang yang menampilkan indeks harga saham gabungan (IHSG) di kantor PT Bursa Efek Indonesia (BEI) di Jakarta, Kamis (24/8/2023).
Foto: Republika/Thoudy Badai
Karyawan berjalan dengan latar belakang yang menampilkan indeks harga saham gabungan (IHSG) di kantor PT Bursa Efek Indonesia (BEI) di Jakarta, Kamis (24/8/2023).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ajakan boikot produk-produk yang berasal dari negara pendukung Israel masih terus bergulir. Imbauan boikot terus menggema seiring dengan serangan agresif Israel ke pemukiman penduduk Palestina yang masih berlangsung hingga saat ini. 

Sejak peperangan kembali pecah pada 7 Oktober lalu, Israel menolak adanya gencatan senjata. Masyarakat dunia pun dibuat geram karena serangan Israel itu telah memakan korban lebih dari 11 ribu warga Palestina, termasuk wanita dan anak-anak. 

Baca Juga

Beberapa merek terkenal yang berada di bawah naungan emiten di Bursa Efek Indonesia pun menjadi sasaran boikot, di antaranya Starbucks hingga Subway. Ketiga merek ini dikelola oleh MAP Group melalui PT Mitra Adiperkasa Tbk (MAPI) dan PT MAP Boga Adiperkasa Tbk (MAPB).

Grup MAP tersebut juga menaungi merek-merek terkemuka lainnya seperti Adidas, Nike, Reebook dan PUMA yang turut terkena aksi boikot. Dalam sebulan terakhir, saham MAPI pun mengalami koreksi yang cukup tajam mencapai 11,08 persen. 

Seruan boikot juga ditujukan kepada jaringan restoran cepat saji asal Amerika Serikat (AS), KFC. Restoran yang berspesialisasi dalam membuat dan menjual ayam goreng ini berada di bawah naungan PT Fast Food Indonesia Tbk. (FAST). Sebulan terakhir, saham FAST juga melemah lebih dari lima persen. 

Analyst MNC Sekuritas Raka Junico mengatakan, aksi boikot pada dasarnya tidak berpengaruh signifikan terhadap pergerakan saham, terutama apabila boikot hanya berlangsung singkat. Di sisi lain, Raka melihat, gerakan ini akan menjadi katalis bagi produk lokal.

"Jika aksi boikot dilakukan secara long-term, mungkin dapat mempengaruhi," kata Raka saat dihubungi Republika.co.id, Rabu (15/11/2023).

Alih-alih boikot, Raka mengatakan penurunan harga saham sektor konsumer sejalan dengan kondisi pasar yang mengalami kontraksi. Menurutnya, hal ini dipengaruhi oleh banyak faktor, seperti kenaikan imbal hasil obligasi pemerintah AS yang berada di level tertingginya dalam 16 tahun terakhir.

Kenaikan imbal hasil ini membebani kinerja Wall Street yang pada akhirnya berimbas pada pasar saham domestik. Di samping itu, terdapat juga faktor musiman di kuartal III 2023 dimana aktivitas belanja masyarakat cenderung rendah pascamusim liburan di kuartal II 2023.

Selain itu, penurunan harga saham sektor konsumer juga dipengaruhi kenaikan suku bunga acuan BI7DRR serta disrupsi pada likuiditas perdagangan. "Kenaikan suku bunga acuan membuat outflow pada pasar saham, seiring investor yang cenderung lebih memilih instrumen investasi secara short term dengan return yang cukup atraktif," jelas Raka.  

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement