REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bank Indonesia (BI) meungkapkan laju inflasi secara global saat ini masih tinggi. Gubernur BI Perry Warjiyo menilai, kondisi tersebut memungkinkan The Fed masih terus melakukan pengetatan kebijakan.
"Suku bunga Fed Funds Rate (FFR) kami perkirakan masih bisa naik sekali lagi pada akhir tahun ini menjadi 5,75 persen dari 5,5 persen," kata Perry dalam raker dengan Komisi IX DPR, Senin (13/11/2023).
Perry memproyeksikan, FFR pada 2024 juga diramal masih tinggi. Meskipun begitu, Perry menuturkan tidak menutup kemungkinan The Fed akan menurunkan suku bunga acuannya pada 2024 menjadi 5,25 persen.
"Kemungkinan FFR baru akan mulai turun pada paruh kedua tahun depan," tutur Perry.
Selain itu, Perry mengungkapkan saat ini Amerika Serikat juga tengah dihadapkan dengan besarnya utang pemerintah. Perry mengungkapkan utang Amerika Serikat besar karena untuk membiayai saat terjadi pandemi Covid-19 dan perang.
"Kondisi itu menyebabkan suku bunga obligasi pemerintahan Amerika Serikat atau yield UST juga meningkat tajam," tutur Perry.
Perry mengungkapkan, pada kuartal III 2023, yield UST meningkat tajam dari 3,84 persen menjadi 4,57 persen. Perry menegaskan, masih ada kemungkinan yield UST naik 5,16 persen oada akhir tahun ini dan akan bertahan relatif tinggi pada 2024.
"Yield UST pada paruh kedua 2023 mungkin akan turun 4,87 persen" ujar Perry.
Perry menilai, kondisi tersebut memerlukan upaya ekstra keras dari seluruh emerging market, termasuk Indonesia. Khususnya untuk menjaga ketahanan ekonomi dari dampak stabilitas nilai tukar rup8ah dan pelarian modal serta stabilitas moneter dan sistem keuangan.