Selasa 31 Oct 2023 19:44 WIB

Ramai Boikot Produk Israel, Kemenperin: Bagus untuk Tekan Impor

Aksi boikot menjadi langkah solidaritas yang dilakukan masyarakat di seluruh dunia.

Rep: Iit Septyaningsih/ Red: Ahmad Fikri Noor
Sebuah tank Israel beroperasi di Jalur Gaza, terlihat dari Israel selatan, Senin (30/10/2023).
Foto: AP Photo/Tsafrir Abayov
Sebuah tank Israel beroperasi di Jalur Gaza, terlihat dari Israel selatan, Senin (30/10/2023).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Media sosial kini tengah diramaikan oleh ajakan boikot produk yang berkaitan dengan Israel. Pemboikotan itu merupakan efek dari genosida atau pembantaian yang dilakukan Israel terhadap Palestina. Aksi boikot tersebut menjadi langkah solidaritas yang dilakukan masyarakat di seluruh dunia termasuk Indonesia.

Menanggapi itu, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menilai, aksi pemboikotan tersebut menjadi momentum bagus bagi negeri ini. "Itu akan menjadi momen bagus untuk perkuat pengetatan arus barang impor, terutama impor beberapa produk," ujar Direktur Jenderal Industri Agro Kemenperin Putu Juli Ardika saat ditanya Republika, Selasa (31/10/2023).

Baca Juga

Ia pun berharap, masyarakat bisa lebih memanfaatkan produk lokal. "Untuk yang di dalam negeri produk kita sendiri masih bisa dimanfaatkan sepenuhnya oleh masyarakat," tutur dia.

Sebelumnya, muncul di media sosial tagar #BDSMovement yang merupakan gerakan untuk memboikot, melakukan divestasi, dan memberikan sanksi kepada Israel. Upaya ini membuat para pengguna akun menyebut merek-merek yang memiliki hubungan dengan Israel dan menyerukan boikot.

Salah satu yang ramai menjadi sasaran adalah McDonald's setelah sebuah lokasi di Israel menawarkan makanan gratis untuk militer. Beberapa di antaranya memboikot Starbucks setelah perusahaan tersebut menggugat serikat pekerjanya pada bulan ini atas akun media sosial serikat pekerja, yang mengunggah dukungan untuk warga Palestina.

Dikutip dari VOX, BDS merupakan gerakan protes non-kekerasan global. Mereka berupaya menggunakan boikot ekonomi dan budaya terhadap Israel, divestasi keuangan dari negara, dan sanksi pemerintah untuk menekan pemerintah Israel agar mematuhi hukum internasional dan mengakhiri kebijakan kontroversialnya terhadap Palestina.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement