Jumat 20 Oct 2023 16:39 WIB

Aliran Modal Asing Hengkang dari RI Rp 5,36 Triliun

Nonresiden di pasar keuangan domestik tercatat jual neto Rp 5,36 triliun.

Rep: Rahayu Subekti/ Red: Ahmad Fikri Noor
Ilustrasi pasar keuangan Indonesia.
Foto: Republika/Thoudy Badai
Ilustrasi pasar keuangan Indonesia.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bank Indonesia (BI) melaporkan terdapat aliran modal asing keluar pasar RI pada pekan ketiga Oktober 2023. Berdasarkan data transaksi 16-19 Oktober 2023, nonresiden di pasar keuangan domestik tercatat jual neto Rp 5,36 triliun.

"Ini terdiri atas jual neto Rp 3,45 triliun di pasar SBN, jual neto Rp 3,01 triliun di pasar saham, dan beli neto Rp 1,10 triliun di SRBI," kata Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI Erwin Haryono dalam pernyataan tertulisnya, Jumat (20/10/2023).

Baca Juga

Selama 2023, Erwin mengatakan berdasarkan data setelmen hingga 19 Oktober 2023, terdapat nonresiden beli neto Rp 51,45 triliun di pasar SBN. Selain itu, BI juga mencatat jual neto Rp 7,26 triliun di pasar saham, dan beli neto Rp 11,06 triliun di SRBI.

Bank Indonesia terus memperkuat koordinasi dengan pemerintah dan otoritas terkait serta mengoptimalkan strategi bauran kebijakan untuk menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan guna mendukung pemulihan ekonomi lebih lanjut.

Selain itu, BI juga mencatat premi credit default swap (CDS) Indonesia lima tahun per 19 Oktober 2023 sebesar 100,83 basis poin (bps). "Premi CDS Indonesia ini naik dibandingkan per 13 Oktober 2023 sebesar 95,48 bps," ucap Erwin.

Bank Indonesia juga mencatat yield SBN 10 tahun naik ke level 6,86 persen pada akhir Kamis (19/10/2023). Lalu, pada Jumat (20/10/2023), yield SBN 10 tahun naik ke level 7,07 persen. Sementara yield US Treasury (UST) 10 tahun naik ke level 4,990 persen.

Sementara itu, rupiah ditutup pada level Rp 15.810 per dolar AS pada Kamis (19/10/2023). Selanjutnya, rupiah dibuka pada level Rp 15.845 per dolar AS pada Jumat (20/10/2023).

Erwin memastikan, Bank Indonesia terus memperkuat koordinasi dengan pemerintah dan otoritas terkait serta mengoptimalkan strategi bauran kebijakan. “Ini dilakukan menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan guna mendukung pemulihan ekonomi lebih lanjut,” ujar Erwin. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement