REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bank Indonesia (BI) mengungkapkan pertumbuhan kredit perbankan mencapai 8,96 persen secara tahunan (year on year/yoy) pada September 2023 di tengah appetite bank yang masih longgar dan prospek pembiayaan korporasi,
“Secara sektoral, pertumbuhan kredit terutama ditopang oleh sektor jasa dunia usaha, perdagangan, dan jasa sosial,” kata Gubernur BI Perry Warjiyo saat menyampaikan hasil rapat dewan gubernur (RDG) BI di Jakarta, Kamis (19/10/2023).
Di luar intermediasi konvensional, Perry mengatakan pembiayaan perbankan syariah meningkat dua digit hingga mencapai 14,69 persen (yoy) pada September 2023.
Untuk segmen UMKM, Perry merinci pertumbuhan kredit mencapai 8,34 persen (yoy).
Bank sentral menjanjikan untuk menggenjot saluran intermediasi perbankan guna menjaga momentum pertumbuhan ekonomi di sisa tahun.
“Ke depan, Bank Indonesia akan terus mendorong penyaluran kredit atau pembiayaan perbankan dan memperkuat sinergi dengan pemerintah untuk menjaga momentum pertumbuhan ekonomi, terutama pada sektor-sektor prioritas, inklusif, dan ekonomi hijau,” ujarnya.
Perry memperkirakan pertumbuhan kredit pada 2023 akan berada di kisaran 9-11 persen dan meningkat pada 2024. Di sisi ketahanan perbankan, Perry memaparkan bahwa permodalan industri perbankan cukup kuat dan memiliki risiko kredit yang rendah.
Rasio kecukupan modal (Capital Adequacy Ratio/CAR) perbankan tercatat pada level yang tinggi sebesar 27,62 persen dengan risiko kredit yang terkendali, tercermin dari rasio kredit bermasalah (Non Performing Loan /NPL) sebesar 2,50 persen (bruto) dan 0,79 persen (neto) pada Agustus 2023.
Sumber pendanaan dan likuiditas bank terjaga dengan pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) sebesar 6,54 persen (yoy) pada September 2023. Hasil stress-test Bank Indonesia juga menunjukkan ketahanan perbankan yang tetap kuat dalam menghadapi tekanan global.
“Bank Indonesia akan terus memperkuat sinergi dengan KSSK dalam memitigasi berbagai risiko yang berpotensi mengganggu stabilitas sistem keuangan dan momentum pertumbuhan ekonomi,” ujar Perry.