REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat pasar uang Ariston Tjendra menyatakan pelemahan rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) dipengaruhi ekspektasi suku bunga tinggi AS usai pengumuman hasil rapat bank sentral AS, pekan lalu.
Nilai tukar (kurs) rupiah terhadap dolar AS yang ditransaksikan antarbank di Jakarta pada Senin (25/9/2023) pagi, melemah 0,03 persen atau 5 poin menjadi Rp 15.380 per dolar AS dari sebelumnya Rp 15.375 per dolar AS.
"Peluang pelemahan rupiah terhadap dolar AS masih terbuka hari ini. Ekspektasi suku bunga tinggi AS pascapengumuman hasil rapat Bank Sentral AS pekan lalu, masih bisa mendorong penguatan dolar AS terhadap nilai tukar lainnya," ujar Aris dilansir Antara di Jakarta.
Imbal hasil (yield) obligasi AS terlihat masih bergerak di level tinggi, yakni tenor 2 tahun di kisaran 5,1 persen dan tenor 10 tahun di 4,4 persen. Selain itu, harga minyak mentah yang sedang naik di area 90 dolar AS per barel juga bisa memberikan tekanan ke aset berisiko termasuk rupiah. Artinya, harga minyak yang meninggi dapat mendorong naik inflasi dan melambatkan pertumbuhan ekonomi global.
Di sisi lain, lanjut dia, proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia yang bisa mencapai lims persen dan inflasi yang stabil tahun 2023 oleh Asian Development Bank (ADB) mampu mengurangi kekhawatiran pasar terhadap ekonomi dalam negeri, sehingga memberikan sentimen positif ke rupiah.
"Potensi pelemahan hari ini ke arah Rp 15.400 per dolar AS, dengan potensi support di kisaran Rp 15.350 per dolar AS,” ungkap Ariston.