REPUBLIKA.CO.ID, BANDARLAMPUNG -- Menteri Perdagangan (Mendag) Zulkifli Hasan mengatakan bahwa pengaturan penjualan di social commerce merupakan bentuk perlindungan kepada produk usaha mikro kecil dan menengah (UMKM).
"Adanya pengaturan izin penjualan di e-commerce dan social commerce yang kami tata itu bertujuan untuk menjaga UMKM lokal agar tidak dirugikan," ujar Zulkifli Hasan di Bandarlampung, Rabu (20/9/2023).
Ia mengatakan UMKM menjadi sektor yang terus didorong dan dijaga perkembangannya. Sebab sektor tersebut telah mendukung perekonomian hingga 90 persen dan 60 persen produk domestik bruto (PDB) di Indonesia.
"Selain melindungi UMKM kami juga akan membuat suatu ekosistem kewirausahaan yang bisa mendukung perkembangan UMKM yang dulu skala kecil bisa naik kelas menjadi skala besar," kata dia.
Zulkifli menjelaskan ekosistem kewirausahaan itu terdiri dari empat pilar yakni keterkaitan antara UMKM, ritel modern, lembaga keuangan perbankan, dan marketplace. "Jadi UMKM, ritel modern bisa sama-sama berkembang. Apalagi sekarang penjualan offline sudah tidak cukup, dan membutuhkan penjualan daring agar bisa berkembang. Oleh karena itu kami sambungkan ke marketplace sekaligus untuk pembiayaan ke perbankan," ucap Zulkifli.
Menurut dia, dengan ekosistem kewirausahaan ditambah dengan penataan izin penjualan di e-commerce dan social commerce diharapkan dapat meningkatkan sektor UMKM untuk menopang perekonomian nasional.
Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Perdagangan akan mengatur perizinan yang berbeda antara platform e-commerce dan social commerce melalui revisi Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 50 Tahun 2020.
Revisi Permendag tersebut tengah dikejar dan yang menjadi salah satu alasannya adalah platform media sosial Tiktok atau Tiktok Shop yang menggabungkan dua fitur tersebut, padahal secara aturan seharusnya memiliki izin operasi yang berbeda.
Poin penting dalam revisi Permendag kali ini adalah seluruh platform belanja daring tidak diperbolehkan menjadi produsen dalam produk apa pun.