Rabu 20 Sep 2023 08:51 WIB

Konflik Rusia-Ukraina Beri Pelajaran Pentingnya Kemandirian Energi

Berbagai sumber energi terbarukan saat ini kondisinya masih belum menentu dan pasti.

Menara berkelok-kelok dari tambang batu bara yang tertutup berkarat di depan pembangkit listrik tenaga batu bara Gelsenkirchen, Jerman, Selasa, 8 Maret 2022.
Foto:

Dari Rusia ke China

Selain itu, dalam dokumen yang diperoleh kantor berita Reuters pada September ini, diketahui adanya kajian yang menyatakan bahwa setelah ketergantungan terhadap pasokan energi Rusia pada masa sebelum perang di Ukraina, Uni Eropa pada masa depan bisa mengalami ketergantungan untuk baterai litium-ion dan sel bahan bakar dari China pada 2030 mendatang.

Apalagi, Eropa juga menyadari bahwa berbagai sumber energi terbarukan yang sedang dikembangkan, kondisinya masih dapat dikatakan tidak menentu, misalnya kinerja sumber energi terbarukan yang berasal dari tenaga surya atau tenaga angin.

Menurut kajian yang disiapkan oleh kepresidenan Uni Eropa yang sedang dipegang oleh Spanyol ini, target untuk mencapai nol emisi karbon dioksida pada 2050 memerlukan banyak permintaan terhadap baterai litium-ion, sel bahan bakar, dan elektroliser yakni  suatu mesin atau alat yang memisahkan kandungan elektrolit. 

Pasalnya, diketahui bahwa dengan lebih dari 50 persen pangsa pasar global, Uni Eropa sangat bergantung pada China untuk sel bahan bakar dan baterai lithium-ion yang penting untuk sejumlah solusi mewujudkan nol emisi seperti kendaraan listrik.

Tidak hanya negara-negara di Eropa saja yang terkena getahnya, tetapi negara di benua Asia seperti Jepang juga menghadapi dampak terhadap kondisi stabilitas pasokan energi di negara Asia Timur tersebut.

Hal tersebut utamanya setelah Amerika Serikat memberlakukan sanksi baru terkait proyek LNG 2 Arktik Rusia, yang dioperasikan oleh Novatek Rusia, sementara perusahaan Jepang Mitsui & Co dan Organisasi Keamanan Logam dan Energi Jepang (JOGMEC) yang merupakan BUMN negara tersebut diketahui memegang 10 persen saham gabungan proyek itu.

Namun, meski Jepang diketahui mengimpor hampir seluruh minyak dan gas alamnya, tetapi pemerintah Negeri Sakura tersebut telah menegaskan akan sejalan dengan negara-negara G7 lainnya dalam upaya mengurangi ketergantungan pada energi Rusia, meski Jepang juga mengakui harus menyeimbangkan dengan keamanan energi mereka.

Berdasarkan kajian Forum Ekonomi Dunia (WEF), solusi untuk mencapai energi nol karbon terdiri atas sejumlah pendekatan, yaitu mulai dari elektrifikasi hingga efisiensi energi digital.

Menurut kajian tersebut, berbagai solusi tersebut dapat mengurangi permintaan energi sekaligus menggantikan bahan bakar fosil yang diimpor dengan energi nol karbon. Elektrifikasi atau listrik, tentu saja adalah bentuk energi yang paling efisien hingga kini guna menggantikan energi fosil.

 

Sedangkan efisiensi energi adalah cara untuk mengurangi permintaan bahan bakar fosil, serta kecerdasan digital merupakan mekanisme yang dapat membuat sejumlah besar pemborosan energi yang tidak terlihat menjadi terlihat, seperti melalui data yang diperoleh dari kecerdasan buatan atau AI.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement