Jumat 15 Sep 2023 13:39 WIB

The Fed Diprediksi Tahan Suku Bunga Tinggi Lebih Lama

Ekonomi AS yang lebih baik akan membuat The Fed tak lekas turunkan suku bunga.

Gedung kantor The Federal Reserve
Foto: AP Photo/Manuel Balce Ceneta
Gedung kantor The Federal Reserve

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Setelah menaikkan suku bunga dari 0,25 persen ke 5,50 persen sejak tahun lalu, kebijakan moneter Amerika Serikat (AS) saat ini dinilai berada pada level paling restriktif sejak 2009. 

Senior Portfolio Manager-Equity PT Manulife Aset Manajemen Indonesia (MAMI) Samuel Kesuma menyampaikan, tekanan inflasi AS saat ini sudah lebih melandai serta tekanan di sektor tenaga kerja juga mulai mereda. Selain itu, efek tertunda dari akumulasi kenaikan suku bunga akan semakin terasa di ekonomi, sehingga The Fed diperkirakan sudah mencapai puncak dari kenaikan suku bunganya.

Baca Juga

MAMI memandang The Fed akan bertahan di level suku bunga tinggi lebih lama (higher for longer). "Data ekonomi AS yang lebih baik dari ekspektasi akan membuat The Fed untuk tidak buru-buru menurunkan suku bunga," kata Samuel melalui keterangan tulis, Jumat (15/9/2023).

Hal itu terutama karena pandangan The Fed saat ini bahwa inflasi merupakan risiko lebih besar dibandingkan risiko pelemahan ekonomi. Potensi turunnya suku bunga The Fed akan mulai terlihat apabila terdapat pelemahan kondisi ekonomi AS.

Kebijakan The Fed dapat memberi tantangan bagi kebijakan moneter negara lain. Posisi suku bunga AS sebagai acuan dunia dapat membatasi ruang gerak bank sentral negara lain dalam mengubah suku bunga, karena "terpaksa" ikut menahan tingkat suku bunga mengikuti posisi The Fed.

Selain itu higher for longer juga dapat memicu penguatan dolar AS, yang memberi tekanan terhadap mata uang negara lain. Apresiasi terharap dolar AS juga "memaksa" bank sentral lain untuk menahan tingkat suku bunga di level tinggi untuk menjaga stabilitas nilai tukar.

Selain dari kebijakan moneter, kondisi suku bunga tinggi juga akan mendorong perusahaan untuk lebih bijak dalam mengalokasikan modal. Era suku bunga tinggi akan menyebabkan biaya pendanaan lebih mahal dan mendorong perusahaan untuk mengalokasikan modal dengan lebih efisien dan efektif.

"Positifnya, kondisi ini dapat menghasilkan kinerja dan profil laba emiten yang lebih berkualitas karena didorong oleh meningkatnya produktivitas, bukan karena leverage dari utang," ungkap Samuel.

Bagi manajer investasi yang melakukan pengelolaan dengan strategi aktif, kondisi ini akan menguntungkan karena analisa mendalam terkait kondisi operasional emiten dapat memberi nilai tambah untuk menghasilkan alfa jangka panjang.

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement