REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Analis Bank Woori Saudara BWS, Rully Nova, memprediksikan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS akan menguat yang dipengaruhi usaha pemerintah China untuk mendorong pertumbuhan ekonomi melalui peningkatan likuiditas di sistem perbankan.
"Pemerintah China (berencana) meningkatkan likuiditas di sistem perbankan guna meningkatkan pertumbuhan ekonominya melalui belanja domestik karena ekspor China mengalami penurunan," ujar dia disiarkan Antara di Jakarta, Jumat (15/9/2023).
Pada pembukaan perdagangan hari ini, nilai tukar (kurs) rupiah yang ditransaksikan antarbank melemah 0,20 persen atau 30 poin menjadi Rp15.385 per dolar AS dari sebelumnya Rp15.355 per dolar AS.
Pelemahan tersebut dipengaruhi penguatan data ekonomi AS, seperti data indeks harga produsen (Producer Price Index) pada Agustus 2023 yang meningkat 0,7 persen dibandingkan bulan Juli 2023 dan data pengangguran AS juga naik menjadi 220 ribu atau masih di bawah rata-rata.
Kendati demikian, lanjut dia, fokus pasar kini beralih ke data ekonomi China di pagi hari Asia, termasuk penjualan ritel dan pertumbuhan investasi yang membuat para pedagang tetap waspada terhadap tanda-tanda perlambatan lebih lanjut di negara dengan perekonomian terbesar kedua di dunia tersebut.
Rully juga memperkirakan data neraca perdagangan Indonesia yang akan diumumkan hari ini akan surplus menjadi 1,5 juta dolar AS pada Agustus 2023 dari 1,3 juta dolar AS pada Juli 2023.
"Surplus neraca perdagangan Indonesia berpengaruh positif terhadap devisa dan persediaan dolar AS di dalam negeri," ucapnya.