REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- PT Pertamina menyatakan, upaya perseroan dalam digitalisasi SPBU dan program Subsidi Tepat Sasaran membuat permintaan Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi turun. Seperti diketahui, kedua langkah itu bertujuan yang membatasi pembelian Solar, Pertalite, dan LPG 3 kilogram.
Direktur Utama Pertamina Patra Niaga Riva Siahaan menjelaskan, pertumbuhan permintaan Jenis BBM Tertentu (JBT) Solar dan Jenis BBM Khusus Penugasan (JBKP) Pertalite menurun bahkan dibandingkan realisasi tahun lalu. "Tetap ada pertumbuhan, tapi memang tidak secepat pada tahun-tahun sebelumnya," ujarnya dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi VII DPR yang dipantau secara virtual, Rabu (13/9/2023) lalu.
Pertamina mencatat, tren permintaan Solar secara kuota lebih rendah 4,8 persen dibandingkan realisasi 2022. Sementara untuk Pertalite naik dibandingkan realisasi 2022.
Sedangkan tren subsidi dan kompensasi Pertamina, sambungnya, secara total mengalami penurunan sebesar 36,7 persen dibandingkan 2022 yang naik signifikan. "Jika di-breakdown antara subsidi dan kompensasi, untuk subsidi dibandingkan 2022, prognosa 2023 mengalami penurunan 13,2 persen. Sementara untuk kompensasi mengalami penurunan yang 59,5 persen," tuturnya.
Ia menambahkan, sebelum program digitalisasi SPBU dan Subsidi Tepat Sasaran melalui pendaftaran MyPertamina diimplementasikan, laju pertumbuhan permintaan Solar dan Pertalite rata-rata di kisaran enam persen. Dampak penurunan permintaan BBM subsidi, lanjut dia, ada peningkatan permintaan BBM nonsubsidi seperti Pertamax, Pertamax Turbo, dan Dexlite.
Pertamina pun mencatat adanya penurunan penyelewengan pembelian BBM subsidi di setiap SPBU. Misalnya pembelian lebih dari satu kali per hari atau melebihi volume yang telah ditetapkan.