REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bank Indonesia (BI) mengungkapkan beberapa hal yang dapat dilakukan untuk menjaga pertumbuhan ekonomi pascapandemi Covid-19. Dia mengungkapkan saat ini tantangan ke depan yaitu menjaga momentum pertumbuhan ekonomi.
"Bagaimana ini (pertumbuhan ekonomi tetap terpelihara di tengah kondisi China saat ini sehingga ekspor kita bisa berpotensi berisiko untuk mengalami pelemahan dan juga harga komoditas sudah mulai menunjukkan perlambatan," kata Juda dalam Seminar Nasional Kebijakan Insentif Likuiditas Makroprudensial (KLM), Rabu (13/9/2023).
Dia menuturkan dalam menghadapi kondisi tersebut, sumber-sumber pertumbuhan domestik harus terus diperluas. Hal itu termasuk dukungan dari sektor keuangan, khususnya kredit dari perbankan.
Juda menyebut di tengah ketidakpastian perekonomian global saat ini, Indonesia masih memiliki pertumbuhan ekonomi yang terbilang kuat. "Kita tahu pada kuartal II kemarin kita mampu mencapai pertumbuhan sebesar 5,17 persen yang meningkat dari kuartal sebelumnya 5,04 persen," ucap Juda.
Hanya saja, Juda menegaskan, pertumbuhan ekonomi tersebut didorong oleh permintaan domestik. Sementara dari sisi ekspor, terlihat sudah mulai mengalami penurunan dan pertumbuhannya melambat.
Jika melihat angka kredit perbankan pada Juli 2023 tercatat tumbuh sebesar 8,54 persen. "Kami melihat angka ini baik dalam arti dibanding dengan Juni sebelumnya itu sekitar 7,7 persen," tutur Juda.
Dia menilai, hal tersebut masih perlu didorong agar sesuai dengan upaya untuk menjaga momentum pertumbuhan ekonomi. Menurutnya, angka pertumbuhan kredit perbankan masih jauh lebih rendah dibanding rencana bisnis bank.
"Di catatan kami terakhir rencana bisnis bank-bank itu secara rata-rata itu di atas 11 persen. Bank-bank besar pun yang 30 bank besar tapi pun, kami catat juga di atas 11 persen," jelas Juda.
BI memperkirakan keseluruhan tahun ini pertumbuhan kredit bisa mencapai sembilan hingga 11 persen. Juda mengatakan, biasanya target atau rencana bisnis bank cukup optimistis namun realisasinya biasanya lebih rendah.
"Jadi kami lebih konservatif mungkin sembilan sampai 11 persen. Insya Allah tercapai dengan kebijakan-kebijakan yang kita terus lakukan untuk mendorong pertumbuhan kredit," ungkap Juda.