REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — PT Pertamina (Persero) menegaskan, Indonesia telah menjadi negara terdepan dalam upaya pengembangan bioenergi berbasis bahan bakar nabati yang ramah lingkungan. Hal itu juga didukung dengan sumber daya alam di Tanah Air yang punya potensi besar untuk digunakan sebagai bahan bakar alternatif.
Direktur Strategi Portfolio dan Pengembangan Usaha Pertamina, A. Salyadi Saputra, menyampaikan, posisi Indonesia saat ini sekaligus dapat memberikan kontribusi lebih dalam upaya pengurangan emisi di dunia.
“Mengingat kekayaan keanekaragaman hayati dan sumber daya alamnya, Indonesia telah menjadi yang terdepan dalam produksi dan pemanfaatan bioenergi,” kata Salyadi dalam Indonesia Sustainibility Forum (ISF) di Jakarta, Kamis (7/9/2023).
Ia mengatakan, Indonesia telah diberkati dengan beragam bahan baku. Seperti minyak sawit dan tebu yang kini telah dimanfaatkan untuk bauran bioenergi.
Sebut saja seperti Biosolar B35 yang dibuat dari campuran Solar dan 35 persen minyak sawit. Terbaru, ada Pertamax Green 95 dengan campuran Pertamax dan lima persen etanol dari molases tebu.
“Berinvestasi dalam bioenergi, khususnya biofuel sebagai pilihan terdekat untuk bisnis Pertamina saat ini dapat memberikan manfaat sekaligus berkontribusi terhadap masa depan yang lebih bersih dan berkelanjutan,” ujarnya.
Meski demikian, Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Nicke Widyawati mengingatkan terdapat sejumlah tantangan dalam pengembangan energi baru terbarukan (EBT) di Indonesia yang tengah diupayakan pemerintah. Adapun, kendala terbesar adalah soal harga yang jauh lebih mahal dibandingkan bahan bakar fosil.
Nicke menuturkan, hal tersebut menjadi dilema yang dihadapi Indonesia di dalam upaya pengembangan EBT. Namun di sisi lain, negara-negara di dunia telah mendorong penyediaan energi ramah lingkungan dengan harga yang murah.
Kendati demikian, Nicke menegaskan, persoalan harga yang mahal lantas tidak menyurutkan upaya Pertamina dalam mengembangkan energi terbarukan.
“Ketika kita berbicara tentang bahan bakar karbon, atau energi baru dan terbarukan, keseimbangan harga selalu menjadi prioritas utama kita terutama di negara-negara berkembang seperti Indonesia, bahkan mungkin di negara maju," kata Nicke.