Rabu 06 Sep 2023 14:44 WIB

Inklusivitas Keuangan Jadi Landasan Pertumbuhan Ekonomi Berkelanjutan di ASEAN

BUMN memegang peranan penting mendorong inklusi keuangan melalui keuangan digital.

Rep:   Muhammad Nursyamsi/ Red: Gita Amanda
Wakil Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) II Rosan Roeslani dalam plenary session ASEAN-Indo Pacific Forum (AIPF) di Hotel Mulia, Jakarta, Rabu (6/9/2023).
Foto: Dok Kementerian BUMN
Wakil Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) II Rosan Roeslani dalam plenary session ASEAN-Indo Pacific Forum (AIPF) di Hotel Mulia, Jakarta, Rabu (6/9/2023).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Inisiatif keuangan digital di kawasan ASEAN berkontribusi besar dalam mempercepat inklusi keuangan di kawasan. Selama beberapa tahun terakhir, terdapat kemajuan yang pesat di mana BUMN turut menjadi pemain penting dalam memandu transformasi di tengah maraknya pengembangan keuangan digital.

"ASEAN sebagai rumah dari 680 juta penduduk dan 70 juta UMKM masih menghadapi tantangan inklusivitas keuangan yang signifikan," ujar Wakil Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) II Rosan Roeslani dalam plenary session AIPF bertajuk "Inclusive Digital Transformation" di Hotel Mulia, Jakarta, Rabu (6/9/2023).

Baca Juga

Rosan mengatakan tingkat kesadaran masyarakat untuk melakukan transaksi dan menggunakan jasa layanan bank tercatat masih rendah dengan persentase penduduk hingga 70 persen belum menggunakan layanan perbankan. Tidak hanya itu, sekitar 39 juta dari 70 juta UMKM juga menghadapi kekurangan pendanaan yang cukup besar dengan nilai 300 miliar dolar AS setiap tahunnya.

Di tengah kondisi ini, ucap Rosan, muncul layanan keuangan digital membuka jalan untuk menjembatani kesenjangan keuangan, khususnya bagi mereka yang belum mempunyai rekening bank, belum memakai jasa layanan perbankan, dan juga bagi UMKM yang sebelumnya mungkin dinilai unbankable. Rosan menilai layanan keuangan digital memainkan peran penting dalam mendorong inklusivitas keuangan, dan menjadi landasan bagi pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan inklusif di Asia Tenggara. 

"Kita telah melihat contoh di negara-negara Asia Tenggara, bahwa pertumbuhan dan revolusi keuangan digital telah meningkatkan perekonomian negara dan inklusivitas ekonomi," ucap Rosan.

Rosan menyebut hal serupa juga terjadi di Indonesia dalam beberapa tahun terakhir dengan berada di garis depan untuk revolusi keuangan digital yang menunjukkan pertumbuhan dan ketahanan luar biasa. Pada 2011-2022, Rosan memaparkan pemain fintech di Indonesia meningkat enam kali lipat dari semula 51 pemain menjadi 334 pemain aktif. Sementara itu, 33 persen penduduk memiih e- wallet sebagai metode pembayaran pada 2021.  

Hal ini sekaligus menempatkan Indonesia sejajar dengan beberapa negara maju di Asia. Rosan mengatakan transisi Indonesia menuju ekonomi digital terlihat dengan melonjaknya pembayaran nontunai dari 813 juta dolar AS menjadi 26,2 miliar dolar AS pada 2017 hingga 2022.

"Transisi menuju ekosistem transaksi digital yang berkembang pesat ditunjukkan dengan nilai transaksi pembayaran digital, yang tumbuh dari 206 miliar dolar AS pada 2019 menjadi 266 miliar dolar AS pada 2022," lanjut Rosan. 

Rosan melanjutkan, perkembangan transaksi pembayaran digital ini akan terus tumbuh hingga mencapai lebih dari 421 miliar dolar AS pada 2025. Dengan jangkauan yang luas, BUMN memegang peranan penting dalam mendorong inklusi keuangan melalui keuangan digital khususnya di kota-kota yang kurang terjangkau. 

Selama beberapa tahun terakhir, Rosan sampaikan, BUMN telah meningkatkan katalis, memulai inisiasi yang visioner dan membentuk kolaborasi yang strategis untuk mentransformasi layanan keuangan digital Indonesia dalam berbagai aspek. Rosan menambahkan, dari perspektif ASEAN, dalam beberapa tahun terakhir, sektor keuangan digital ASEAN juga telah bertransformasi yang utamanya diarahkan untuk memperkuat inklusi keuangan bagi konsumen dan UMKM. 

"Pertumbuhan dalam bidang ini sangat kuat dengan peningkatan volume pembayaran digital," sambung Rosan.  

Rosan menyampaikan lanskap pinjaman digital juga tidak ketinggalan dan diperkirakan akan tumbuh secara signifikan pada 2030. Menghadapi fenomena itu, Rosan mengatakan bank-bank BUMN kini berfokus pada tiga transformasi yang mencakup pinjaman digital, pembayaran digital (e-wallet), dan perbankan digital.

Dalam mentransformasi pinjaman digital, lanjut Rosan, BRI, Bank Mandiri dan BNI telah meluncurkan platform pinjaman digital yang memungkinkan individu yang tidak memiliki riwayat pinjaman dapat mengakses layanan keuangan secara digital. Inisiatif ini memberikan dampak yang signifikan terhadap inklusi keuangan, misalnya pinjaman digital BRI yang tumbuh 146 persen dalam waktu satu tahun di periode 2021 hingga 2022 dengan nilai pinjaman sebesar 125 juta dolar AS kepada jutaan peminjam dalam tiga kuartal pertama 2022.

"Untuk pembayaran digital (e-wallet), beberapa BUMN juga telah memperluas layanan

pembayaran melalui platform e-money bagi pelanggan. Terakhir, untuk perbankan digital, Bank Mandiri, BRI, BNI dan BTN juga telah membangun solusi perbankan digital, salah satunya mobile banking BNI yang telah tumbuh 59,6 persen year on year menjadi 7,8 juta pengguna pada 2020," kata Rosan. 

Rosan menyebutkan inklusi keuangan bukan sekadar tujuan dari ekonomi, melainkan juga untuk kepentingan sosial. Rosan berharap diskusi forum ini akan menghasilkan solusi terhadap tantangan inklusivitas keuangan untuk menjaga stabilitas dan kesejahteraan di kawasan Asia Tenggara.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement