REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah memberikan sanksi administratif kepada 34 penyelenggara financial technology (fintech) peer-to-peer (P2P) lending selama Agustus 2023 atas pelanggaran yang dilakukan terhadap peraturan OJK yang berlaku.
"Pengenaan sanksi administratif terdiri dari 46 pengenaan sanksi peringatan tertulis, satu teguran tertulis, dan 10 sanksi denda," ujar Kepala Eksekutif Pengawas Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya (PMVL) OJK Agusman dalam Rapat Dewan Komisioner Bulanan (RDKB) Agustus 2023 secara virtual, di Jakarta, Selasa (5/9/2023).
OJK terus mendorong industri P2P lending tumbuh dan berkembang secara sehat dan aman, sehingga dapat berkontribusi terhadap perekonomian Indonesia.
Terkait pemenuhan ketentuan ekuitas minimum oleh perusahaan pembiayaan sesuai Peraturan OJK (POJK) Nomor 35/POJK.05/2018, terdapat 8 perusahaan pembiayaan yang belum memenuhi ketentuan dimaksud.
"OJK telah melakukan aksi pengawasan dengan melakukan pemantauan atas realisasi aksi korporasi perusahaan sesuai panduan (example) pemenuhan ekuitas yang telah disetujui OJK, dan melakukan penegakan aturan terhadap perusahaan pembiayaan yang belum memenuhi ketentuan ekuitas minimum sampai dengan tenggat waktu yang disetujui," kata Agusman menjelaska.
Mengenai pemenuhan ekuitas minimum P2P lending sebesar Rp 2,5 miliar yang berlaku mulai 4 Juli 2023, masih terdapat 26 fintech P2P lending yang belum memenuhi ketentuan dimaksud per Juli 2023. Dalam hal ini, OJK dikatakan telah meminta rencana aksi pemenuhan ekuitas minimum kepada fintech P2P lending yang belum memenuhi ketentuan tersebut.
"OJK telah menerbitkan surat peringatan tertulis kepada penyelenggara yang belum memenuhi ketentuan tersebut agar segera menambah modal dan menjaga ekuitas minimum Rp 2,5 miliar," ujar Agusman.
Selain itu, kata Agusman, OJK terus melakukan pengawasan terhadap perkembangan fintech P2P lending yang memiliki TWP 90 di atas 5 persen. TWP90 adalah ukuran tingkat wanprestasi atau kelalaian penyelesaian kewajiban yang tertera dalam perjanjian pendanaan di atas 90 hari sejak tanggal jatuh tempo.
"OJK memberikan surat pembinaan dan meminta rencana aksi perbaikan pendanaan macet tersebut. OJK selanjutnya memonitor pelaksanaan rencana aksi mereka dengan ketat. Jika kondisinya lebih buruk, OJK melakukan tindakan pengawasan lanjutan," kata dia lagi.