REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Pemerintah menyebut rasio utang Indonesia lebih rendah dibandingkan negara G20 dan ASEAN. Hal ini menunjukkan semakin membaiknya kondisi ekonomi di Tanah Air. Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan rasio utang Indonesia sebesar 39,7 persen pada 2022, bahkan lebih turun lagi pada 2023 sebesar 37,5 persen,
"Rasio utang Indonesia terlihat positif dan relatif lebih rendah dibandingkan negara-negara G20 dan ASEAN. Hal ini menunjukkan semakin baiknya kondisi ekonomi Tanah Air," ujarnya kepada wartawan dikutip Ahad (3/9/2023).
Jika dibandingkan dengan rasio utang India. Berdasarkan data yang dimilikinya, rasio utang India mencapai di atas 80 persen, bahkan belum mengalami penurunan hingga saat ini.
Menurut bendahara negara itu, rasio utang saat ini sejalan dengan efektivitas penggunaan anggaran pendapatan dan belanja negara untuk memulihkan ekonomi. Adapun penyerapan anggaran pendapatan dan belanja negara lebih baik jika dibandingkan dengan Malaysia.
“Defisit anggaran Malaysia masih bertahan di atas lima persen. Sementara India mendekati 10 persen. Jadi Indonesia dengan defisit 2,35 (persen) namun pertumbuhan ekonominya di atas lima persen, ini merupakan suatu strategi penggunaan APBN secara hati-hati dan prudent namun efektif," ucapnya.
Berdasarkan data Bank Indonesia, utang luar negeri pemerintah menurun dibandingkan dengan triwulan lalu. Posisi utang luar negeri pemerintah pada akhir triwulan II 2023 sebesar 192,5 miliar dolar AS, turun dibandingkan dengan posisi triwulan sebelumnya sebesar 194,0 miliar dolar AS, atau secara tahunan tumbuh 2,8 persen.
Penurunan posisi utang luar negeri pemerintah secara triwulanan disebabkan oleh pembayaran neto pinjaman luar negeri dan global bond yang jatuh tempo. Sementara itu, penempatan investasi portofolio di pasar surat berharga negara domestik meningkat seiring dengan sentimen positif pelaku pasar global yang tetap terjaga.
Pemerintah berkomitmen mengelola utang luar negeri secara hati-hati, efisien, dan akuntabel, termasuk menjaga kredibilitas dalam memenuhi kewajiban pembayaran pokok dan bunga secara tepat waktu. Sebagai salah satu komponen dalam instrumen pembiayaan anggaran pendapatan dan belanja negara, pemanfaatan utang luar negeri pemerintah terus diarahkan untuk mendukung upaya pemerintah dalam pembiayaan sektor produktif dan belanja prioritas, khususnya dalam rangka menjaga pertumbuhan ekonomi Indonesia tetap solid di tengah ketidakpastian perekonomian global.
Adapun dukungan utang luar negeri mencakup antara lain sektor jasa kesehatan dan kegiatan sosial (24,1 persen dari total utang luar negeri pemerintah); administrasi pemerintah, pertahanan, dan jaminan sosial wajib (18 persen); jasa pendidikan (16,8 persen); konstruksi (14,2 persen); serta jasa keuangan dan asuransi (10,1 persen). Posisi utang luar negeri pemerintah relatif aman dan terkendali mengingat hampir seluruh utang luar negeri memiliki tenor jangka panjang dengan pangsa mencapai 99,8 persen dari total utang luar negeri pemerintah.