Kamis 24 Aug 2023 16:00 WIB

BPDLH: Perlu Kolaborasi Inklusif dalam Penguatan Bisnis Karbon di Indonesia

BPDLH juga membantu penguatan infrastruktur khusus mobilisasi pendanaan bisnis karbon

Sebagai bentuk dukungan terhadap target Nationally Determined Contribution (NDC) 2030 dan dalam rangka menyambut pelaksanaan Bursa Karbon di Indonesia sesuai Perpres 98 Tahun 2021, Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup (BPDLH) diberikan amanah untuk mendukung pemerintah dengan terlibat dalam penguatan pelaku perdagangan karbon khususnya di level masyarakat.
Foto: dok BPDLH
Sebagai bentuk dukungan terhadap target Nationally Determined Contribution (NDC) 2030 dan dalam rangka menyambut pelaksanaan Bursa Karbon di Indonesia sesuai Perpres 98 Tahun 2021, Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup (BPDLH) diberikan amanah untuk mendukung pemerintah dengan terlibat dalam penguatan pelaku perdagangan karbon khususnya di level masyarakat.

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Sebagai bentuk dukungan terhadap target Nationally Determined Contribution (NDC) 2030 dan dalam rangka menyambut pelaksanaan Bursa Karbon di Indonesia sesuai Perpres 98 Tahun 2021, Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup (BPDLH) diberikan amanah untuk mendukung pemerintah dengan terlibat dalam penguatan pelaku perdagangan karbon khususnya di level masyarakat.

Inisiasi kolaborasi inklusif antar pelaku perdagangan karbon terdiri dari pemerintah pusat melalui kementerian, pemerintah daerah melalui kelembagaan bisnis di daerah, private sector atau korporasi, dan masyarakat merupakan kunci penting terwujudnya misi Indonesia Hijau dan pencapaian target NDC 2030.

Kegiatan ini merupakan langkah awal untuk mendorong komitmen lintas sektor dengan melighat peluang usaha masyarakat hutan sebagai landasan bisnis baru di tingkat masyarakat yang dapat menjadi jenis usaha berbasis karbon. Kegiatan diselenggarakan  pada tanggal 24 sampai dengan 25 Agustus 2023 di Yogyakarta, termasuk kunjungan ke lokasi usaha kelompok penerima akses kelola hutan di wilayah Gunung Kidul dan Kulon Progo.

Kegiatan ini didukung oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Trasmigrasi, Perguruan Tinggi, pelaku usaha negara, pihak swasta, serta masyarakat. 

“Lewat kegiatan ini, BPDLH juga membantu penguatan infrastruktur terutama dalam bentuk mobilisasi pendanaan yang saat ini dikelola dan dimiliki berbagai lembaga dalam mendorong terciptanya pembangunan lansekap bisnis karbon di Indonesia termasuk Integrated Area Development (IAD) ke depannya” ujar Dr. Direktur Utama BPDLH Joko Tri Haryanto.

Joko menyatakan kolaborasi dalam pembangunan bisnis karbon Indonesia antara pemerintah dan pemangku kepentingan lainnya di tingkat pusat sudah terbangun. Selanjutnya menurut dia, tidak boleh lupa bahwa penerima manfaat dan pelaku di tingkat masyarakat ini juga sangat penting untuk dilibatkan dan diberi peran sejak awal. 

Oleh karena itu pemnangku kepentingan harus mengenali dan mendorong usaha masyarakat sekitar hutan ini, hinga pada saatnya nanti bisa siap ikut berkiprah dan dapat manfaat. Ia pun mengundang para pihak untuk dapat berkolaborasi mendukung penguatan pelaku bisnis karbon terutama di tingkat masyarakat melalui berbagai program dan kegiatan termasuk nantinya 

penyusunan Daftar Rincian Aksi Mitigasi (DRAM), penyusunan metodologi serta mekanisme pancarian pasar dan pembeli bagi pelaku perdagangan karbon.

Pemerintah telah berkomitmen memberikan akses kepada masyarakat sekitar hutan seluas 12,7 juta hektar yang tersebar di seluruh Indonesia. Masyarakat diharapkan mengelola akses hutan tersebut dengan baik, serta mendapatkan benefit lebih besar atas pengelolaan hutan yang bijaksana, dari berbagai pengembangan ekonomi yang inklusi termasuk ekonomi karbon ke depan. 

“Peraturan Presiden No 28 tahun 2023 mengamanatkan adanya adanya sinergi kementerian dan lembaga dalam merencanakan dan mendorong terjadinya kolaborasi implementasi SP-1/BPDLH/2023 pembangunan di tingkat tapak, sehingga dapat mewujudkan dampak yang lebih signifikan bagi suatu daerah. Program nasional perhutanan sosial yang berbasis pada bisnis masyarakat di sekitar hutan yang kaya dengan hasil hutan bukan kayu dan jasa lingkungan, akan menjadi 

modalities dalam pengembangan usaha tersebut. Para pelaku usaha saat ini perlu berkolaborasi hulu ke hilir terkait produk yang ditawarkan” ujar Direktur Jenderal Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Bambang Supriyanto.

Puncak kegiatan ini akan ditutup dengan adanya ekspresi ketertarikan dan minta para pihak untuk mendukung kolaborasi terhadap usaha karbon di level masyarakat dan pengelolaan hutan secara Lestari sebagai bagian dari ekonomi inklusi di tingkat masyarakat.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement