Rabu 16 Aug 2023 18:23 WIB

Menkeu: RAPBN 2024 Makin Sehat dengan Defisit 2,29 Persen 

Pemerintah mengungkap sejumlah risiko masih membayangi ekonomi 2024.

Rep: Novita Intan / Red: Friska Yolandha
Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam konferensi pers Devisa Hasil Ekspor (DHE) di Gedung Kemenko Ekonomi, Jumat (28/7/2023).
Foto: Republika/Rahayu Subekti
Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam konferensi pers Devisa Hasil Ekspor (DHE) di Gedung Kemenko Ekonomi, Jumat (28/7/2023).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2024 memiliki postur yang makin sehat dengan defisit sebesar 2,29 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Angka tersebut jauh lebih rendah dari defisit APBN 2020 saat terjadi pandemi Covid-19 yang tercatat sebesar 6,14 persen.

“APBN kita posturnya akan makin sehat. Defisit kita menurun sangat tajam dari Rp 947,7 triliun atau 6,14 persen terhadap PDB pada 2020 menjadi Rp 522,8 triliun atau 2,29 persen terhadap PDB,” kata Sri Mulyani dalam konferensi pers RAPBN dan Nota Keuangan Tahun Anggaran 2024 di Jakarta, Rabu (16/8/2023).

Baca Juga

Defisit RAPBN 2024 juga lebih rendah dari APBN 2023 yang sebesar 2,84 persen maupun outlook yang diperkirakan 2,30 persen untuk tahun ini. Menkeu menjelaskan proyeksi defisit RAPBN 2024 diperoleh dari pendapatan negara Rp 2.781,3 triliun dan belanja negara Rp 3.304,1 triliun, sehingga defisit RAPBN 2024 sebesar Rp 522,8 triliun.

Pendapatan negara terdiri atas penerimaan perpajakan yang direncanakan sebesar Rp 2.307,9 triliun dan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) senilai Rp 473,0 triliun.

Sementara belanja negara Rp 3.304,1 triliun terdiri atas belanja pemerintah pusat (BPP) sebesar Rp 2.446,5 triliun dan transfer ke daerah Rp 857,6 triliun.

Menkeu membandingkan RAPBN 2024 dengan catatan APBN 2020 yang menghadapi tantangan dari pandemi Covid-19. Terdapat kenaikan signifikan pada pendapatan negara, yakni sebesar Rp 1.133,5 triliun dari Rp 1.647,8 triliun pada APBN 2020. Sementara itu, belanja negara naik Rp 708,7 triliun dari Rp 2.595,5 triliun pada 2020.

Sri Mulyani menyebut peningkatan tersebut menunjukkan perbaikan APBN yang makin sehat. Bila mempertimbangkan Indonesia yang mencatat pertumbuhan ekonomi di atas 5 persen selama tujuh kuartal berturut-turut di tengah kerentanan global, Sri Mulyani mengatakan, Indonesia memiliki kombinasi struktur ekonomi yang sangat langka di dunia.

Namun, Sri Mulyani menyatakan akan mengelola pembiayaan dengan defisit Rp 522,8 triliun dengan sangat hati-hati. Sebab, perekonomian global ke depan makin sulit untuk diprediksi.

 

sumber : antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement