Rabu 09 Aug 2023 22:30 WIB

Kampanye Negatif Sawit RI Jadi Trik Perang Dagang Eropa

Minyak sawit jadi minyak nabati paling berkelanjutan untuk memenuhi permintaan global

Karyawan mengawasi proses pemasukan Tanda Buah Segar (TBS) kelapa sawit kedalam mesin untuk pengolahan minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) di Kaway XVI, Aceh Barat, Aceh, Jumat (21/7/2023).
Foto: ANTARA FOTO/Syifa Yulinnas
Karyawan mengawasi proses pemasukan Tanda Buah Segar (TBS) kelapa sawit kedalam mesin untuk pengolahan minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) di Kaway XVI, Aceh Barat, Aceh, Jumat (21/7/2023).

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Kepala Divisi Perusahaan Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) Achmad Maulizal Sutawijaya menyatakan, produktivitas minyak nabati dari sawit justru menempati posisi teratas dibandingkan komoditas lainnya, dengan kisaran 65 juta ton.    

Padahal, tambahnya, secara luasan lahan, area kebun sawit jauh lebih kecil dibandingkan lahan komoditas penghasil minyak nabati lainnya. Dari total 277 juta hektare (ha) area lahan tanaman produksi minyak nabati di dunia, total area sawit Indonesia hanya 16 juta hektare lebih rendah dibandingkan luas perkebunan bunga matahari (sunflower) yang totalnya 25 juta hektare, rapeseed 36 juta hektare, kedelai (soybean) 122 juta hektare, dan jagung sebanyak 77 juta hektare.

Baca Juga

Kata Maulizal, ini bukti sawit merupakan komoditas minyak dunia dengan produktivitas lahan yang paling baik dibandingkan minyak nabati lainnya. "Sawit menjadi pilihan paling berkelanjutan dalam memenuhi kebutuhan minyak nabati dunia yang semakin meningkat," kata Maulizal dalam Seminar Nasional bertajuk "Sawit Memerdekakan Rakyat Indonesia dari Kemiskinan" dilansir Antara di Jakarta, kemarin.   

Menurut dia, stigma negatif terhadap sawit Indonesia yang dilakukan Uni Eropa merupakan trik perang dagang. Karena mereka tidak ingin produk minyak nabati sejenis seperti bunga matahari, kedelai, hingga jagung kalah bersaing dari sawit.    

Oleh karena itu Maulizal menyatakan, Indonesia tidak boleh kalah dengan pola kampanye negatif tersebut. Oleh karena itu, sektor hulu hingga ke hilir di dalam negeri juga perlu diperkuat dengan integrasi.

Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) Eddy Martono mengatakan, produksi sawit yang semakin meningkat akan berimplikasi terhadap pertumbuhan ekonomi nasional. Merujuk data Badan Pusat Statistik (BPS), dia menyebutkan pendapatan negara atau devisa dari sawit pada 2022 mencapai 39,07 miliar dolar AS.

Sedangkan pada tahun ini, dalam kurun Januari hingga Mei 2023, nilai ekspor sawit mencapai 11,72 miliar dolar AS. Ekspor sawit Indonesia, tambahnya, terjadi kenaikan di beberapa negara pada 2022 seperti India, Pakistan, Amerika Serikat. Begitu juga pada tahun ini ekspor ke beberapa negara tersebut juga kembali meningkat, kecuali di AS.

"Tanpa adanya sawit, maka neraca perdagangan turun," kata dia.

 

 

sumber : ANTARA
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement