REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden Joko Widodo telah membentuk Badan Karantina Indonesia (Barantin) melalui Peraturan Presiden Nomor 45 Tahun 2023. Adanya aturan ini, kegiatan karantina di bawah Kementerian Pertanian, Kementerian Kelautan dan Perikanan, serta Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup melebur ke dalam lembaga.
Barantin dipimpin oleh seorang kepala yang bertanggung jawab langsung kepada presiden. Menurut Menteri Pertanian 2001-2004, Bungaran Saragih, jabatan kepala Barantin mesti diberikan kepada orang profesional yang memahami seluk beluk teknis dunia karantina.
"Harus berpengalaman bertahun-tahun, dari internal,” kata Bungaran.
Barantin merupakan institusi teknis menyangkut ilmu dan teknologi. Oleh karena itu, Bungaran berharap Jokowi memilih kepala Barantin dengan tepat karena lembaga ini yang paling depan berhadapan dengan negara lain dalam urusan ekspor impor.
"Jangan tiba-tiba orang entah dari mana terus jadi kepala Barantin. Kalau seperti itu diragukan kapabilitasnya. Bukan hanya orangnya tapi institusinya juga diragukan,” ujar dia.
Bungaran menyebut lembaga akan kehilangan arah apabila dipimpin orang yang tak memiliki latar belakang karantina. Selain profesional, menurut Bungaran, kepala Barantin mesti berintegritas dan memiliki kapablitas dalam manajerial serta kemampuan diplomasi mumpuni.
Kendati ini tahun politik, Bungaran menyebut lembaga ini harus diberikan kepada profesional karena bukan jabatan politik. Menurut dia, banyak pejabat di internal yang memiliki kecakapan memimpin Barantin.
"Kalau mau kita mengamankan negeri kita dan dihormati, berikan kepada orang profesional. Ini bukan jabatan politik,” imbuhnya.
Bungaran mengapresiasi Langkah Jokowi menggabungkan pekerjaan karantina ke dalam satu badan. Dia menyebut, ide penggabungan itu sebetulnya sudah ada sejak 2001 Menurutnya, dengan digabungkannya karantina maka sumber daya kita bisa digunakan secara efisien untuk pertumbuhan ekonomi pada masa yang akan datang.
Karantina merupakan lembaga garda terdepan yang pertama kali memfilter produk-produk impor. Termasuk produk impor yang berpotensi menyebarkan wabah dan penyakit menular.