REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Eko Listiyanto mengatakan pemerintah perlu mempercepat belanja negara dari APBN untuk menggenjot pertumbuhan perekonomian yang ditargetkan 5,3 persen per tahun.
"APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara) dihasilkan dari pajak dan nonpajak. Ini diharapkan untuk tidak disimpan di kantong pemerintah, tapi segera didistribusikan," katanya dalam Diskusi Online Indef di Jakarta, Selasa (18/7/2023).
Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam unggahan media sosial mengatakan bahwa APBN pada semester I 2023 mengalami surplus Rp 152,3 triliun. Namun apabila surplus tersebut dipertahankan, Eko khawatir perekonomian nasional melemah karena sumbangan belanja pemerintah terhadap perekonomian menurun.
Selain itu, realisasi penyaluran kredit perbankan kepada pelaku usaha juga perlu dipercepat, antara lain dengan merelaksasi kebijakan moneter. Pasalnya, pada Mei 2023 penyaluran kredit perbankan tumbuh 9,39 persen secara tahunan atau berada di bawah target pemerintah yang sekitar 12 persen.
"Harus ada upaya bagaimana mendorong kredit perbankan agar mengalir lebih deras ke perekonomian. Tentu saja ini faktor pendorongnya diawali oleh bank sentral," katanya.
Eko memandang saat ini perekonomian cukup stabil dengan inflasi dan nilai tukar rupiah yang terkendali, sehingga ia melihat dalam beberapa bulan ke depan Bank Indonesia sudah dapat memberi sinyal untuk merelaksasi kebijakan moneternya dengan menurunkan suku bunga acuan.
Untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi, pemerintah juga perlu menjaga konsumsi masyarakat dengan mengendalikan inflasi di tengah peningkatan harga komoditas pangan. "Karena kita masih mengimpor beberapa bahan pangan seperti jagung, gandum, kedelai, dan gula yang sebagian harus diimpor, kita harus memastikan daya beli masyarakat terjaga," katanya.