REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- PT Kilang Pertamina Internasional mengembangkan kilang berkonsep hijau atau green refinery sebagai salah satu inisiatif pengolahan bahan bakar minyak, yang ramah lingkungan (green fuel), guna mendukung pencapaian target net zero emission (NZE) pada 2060.
Direktur Utama Kilang Pertamina Internasional Taufik Aditiyawarman menyampaikan pengembangan green fuels dari green refinery Pertamina menunjukkan komitmen perusahaan dalam mencapai tujuan Sustainable Development Goals (SDGs) Nomor 7, yakni energi bersih dan terjangkau serta sejalan dengan komitmen menjaga ketahanan energi nasional dan mendukung NZE 2060.
"Green refinery Pertamina merupakan komitmen Kilang Pertamina untuk memproduksi bahan bakar yang berkualitas dan ramah lingkungan," katanya dalam keterangannya di Jakarta, Jumat (14/7/2023).
Bahan baku yang diolah di kilang Pertamina, di antaranya minyak kelapa sawit/refined bleached deodorized palm oil (RBDPO) dan ke depan dapat juga dikembangkan untuk mengolah minyak jelantah/used cooking oil (UCO) menjadi biofuels.
Upaya pengembangan green refinery di kilang Pertamina seperti yang dilakukan di Kilang Cilacap telah berhasil mengolah green fuel dengan kapasitas tiga KBPD dari feedstock RBDPO atau minyak kelapa sawit yang telah dijernihkan menjadi produk green diesel 100 persen, yaitu Pertamina Renewable Diesel (Pertamina RD).
Pertamina RD saat ini telah dipasarkan di pasar domestik dan berkesempatan mendukung pemenuhan kebutuhan renewable power dari generator set (genset) di acara EWTG G20 dan Formula E World Championship. Selain pasar domestik, Pertamina RD juga dipasarkan secara ekspor ke Eropa pada 2022.
Kilang Pertamina juga mencatat produk green fuel lain yang dapat diproduksi melalui green refinery ialah sustainable aviation fuel (SAF) untuk bahan bakar pesawat terbang (bioavtur) yang juga telah dilakukan uji coba terbang dengan sukses pada 2022 lalu dengan menggunakan CN235 dan kemudian akan dilanjutkan dengan uji terbang komersial (commercial flight test) dalam waktu dekat untuk pengujian bioavtur (SAF) pada salah satu pesawat komersial dari maskapai BUMN.
Kilang Pertamina menekankan bahwa pengembangan green refinery akan terus dikembangkan seperti green refinery Cilacap fase 2 untuk meningkatkan kapasitas pengolahan menjadi enamKBPD dengan varian feedstock yang lebih luas, yaitu dapat mengolah hingga spesifikasi minyak jelantah.
Green refinery Cilacap fase 2 ditargetkan dapat onstream pada 2026 untuk meningkatkan kualitas produk dan menurunkan emisi gas buang. Selain Cilacap, pengembangan green refinery Plaju dengan kapasitas pengolahan 20 KPBD dapat memproduksi Pertamina RD (HVO), bioavtur (SAF), dan bionaphta yang ditargetkan dapat selesai pada 2027.
Adapun, peta jalan pengembangan Kilang Pertamina saat ini mengacu pada rencana umum energi nasional (RUEN) yang mana kebutuhan produk BBM diperkirakan akan terus meningkat hingga 2040.
Sesuai RUEN, maka peta jalan pengembangan Kilang Pertamina disusun berdasarkan kapasitas pengolahan dari 1,05 juta BPD menjadi 1,4 juta BPD, produksi BBM dari 700 KBPD menjadi 1,2 juta BPD, produksi petrokimia 1,6 juta ton per annum menjadi 7,4 juta ton per annum.
Hal tersebut juga terus mendukung kebutuhan BBM khususnya produksi solar dan avtur yang sepenuhnya diproduksi dari dalam negeri (sejak 2019 telah mandiri) dan menurunkan impor produk gasolin dari 60 persen menjadi sekitar 25 persen.
Dengan peta jalan pembaharuan kilang-kilang Pertamina, maka pengembangan yang dilaksanakan telah mempertimbangkan strategi yang berorientasi lingkungan dan produksi BBM ramah lingkungan setara dengan Euro V serta peningkatan Nelson Complexity Index (NCI) atau kompleksitas kilang yang akan meningkat untuk dapat lebih banyak memproduksi valuable product.