Kamis 13 Jul 2023 17:05 WIB

Ada Aturan Antideforestasi Eropa, Mendag Ajak Malaysia Lakukan Perlawanan

Pemerintah akan mengajak negara-negara lain yang terdampak kebijakan tersebut.

Rep: Dessy Suciati Saputri/ Red: Ahmad Fikri Noor
Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan.
Foto: Dok Kemendag
Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan menilai, implementasi Undang-Undang Anti Deforestasi Uni Eropa atau EUDR diskriminatif karena menyasar produk-produk Indonesia yang dikaitkan dengan deforestasi. Beberapa komoditas itu antara lain kopi, lada, coklat, sawit, karet, dan cengkeh. Oleh karena itu, kata Zulkifli, pemerintah akan mengajak negara-negara lain yang terdampak kebijakan tersebut untuk melakukan perlawanan.

"Itu sangat diskriminatif. Oleh karena itu, kita akan melakukan perlawanan. Berunding melakukan perlawanan tentu mengajak negara-negara yang punya kesamaan seperti Malaysia," ucap Zulkifli di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis (13/7/2023).

Baca Juga

Sementara itu, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyebut, pemerintah menaruh perhatian pada aturan yang sudah diundangkan di Eropa tersebut. Pemerintah berharap pedoman pelaksanaan regulasi tersebut dapat mengadopsi apa yang sudah menjadi praktik terbaik selama ini, seperti Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) untuk produk kayu atau Indonesia Sustainable Palm Oil (ISPO) untuk komoditas sawit.

 

Kebijakan Eropa tersebut dinilai akan berdampak pada tujuh komoditas Indonesia, di antaranya sapi, kakao, sawit, soya, kayu, hingga karet. Dalam kebijakannya, Eropa meminta agar barang-barang atau komoditas yang masuk ke Eropa bebas dari deforestasi dan dilengkapi uji kelayakan.

Selain itu, negara-negara juga akan diklasifikasikan menjadi tiga kategori berdasarkan risikonya, yaitu risiko tinggi, risiko standar, dan risiko rendah. Menurut Airlangga, kebijakan tersebut diperkirakan akan berdampak kepada 15-17 juta pekebun Indonesia dan produk Indonesia hingga senilai 7 juta dolar AS.

"Ini sangat mengganggu kepada petani kecil, 15-17 juta pekebun kita akan terdampak dengan ini dan juga masalah geolocation yang kita berkeberatan karena tidak perlu geolocation untuk setiap produk itu dicek karena kita punya berbasis standar ISPO atau SVLK," ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement