Rabu 12 Jul 2023 14:51 WIB

Arifin Tasrif: Dunia Makin Panas Bila Transisi Energi tak Berjalan!

Bahkan, aturan transisi energi yang disiapkan bersifat memaksa.

Rep: Dedy Darmawan Nasution/ Red: Fuji Pratiwi
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif.
Foto: ANTARA/Fikri Yusuf
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Arifin Tasrif, mengingatkan, pentingnya transisi energi bersih saat ini. Tanpa upaya keras yang dilakukan antara pemerintah dan masyarakat emisi gas rumah kaca yang terus meningkat bakal menaikkan suhu udara semakin panas. 

"Kita semua tahu, bahwa dampak dari pada emisi menyebabkan dunia semakin panas," kata Arifin dalam pembukaan Indonesia EBTKE Conex 2023 di ICE BSD City yang ditayangkan secara virtual, Rabu (12/7/2023). 

Baca Juga

Ia mencontohkan, saat gelaran Sea Games di Kamboja beberapa waktu lalu di mana suhu udara mencapai 40 derajat celcius. Ketika itu, bertepatan dengan final cabang olah raga sepak bola di mana Indonesia menang atas Thailand. 

"Alhamdulillah menang, tapi apa? Saat penyerahan medali, atlet kita harus dipapah untuk naik ke panggung. Jadi, kalau kenaikan temperatur dibiarkan terus, kita pada kondisi yang tidak nyaman," ujar Arifin menambahkan. 

Karena itu, bukan tanpa alasan negara-negara di dunia saling berlomba untuk menyiapkan berbagai regulasi dalam mendukung target emisi nol bersih 2060 demi mencegah dunia yang semakin panas. Bahkan, aturan main yang disiapkan bersifat memaksa, salah satunya melalui mekanisme perdagangan karbon.

Negara yang tidak bisa mengikuti penurunan karbon, harus membayar pajak mahal yang akhirnya akan terbebani dengan pajak. Pelaku industri pun ikut terdampak karena harus menambah biaya pengeluaran untuk emisi yang dikeluarkan dari aktivitas pabrik. 

"Untuk itulah, kita harus melakukan program transisi energi dengan memanfaatkan sumber-sumber energi bersi dan terbarukan yang ada di dalam negeri, yang ternyata potensinya luar biasa cukup besar," ujar dia.

Sejauh ini, mayoritas sumber energi di Indonesia masih disokong oleh batubara yang memiliki emisi tinggi. Arifin menuturkan, Indonesia masih memiliki cadangan yang cukup besar dengan tingkat kapasitas produksi 650 juta ton dan diproyeksikan masih cukup untuk 120 tahun ke depan. Meski demikian, dengan tingkat pertumbuhan ekonomi yang akan terus meningkat, sumber daya batubara dapat habis lebih cepat. 

Ketua Umum Masyarakat Energi Terbarukan Indonesia (METI), Wiluyo Kusdwiharto, menambahkan, pada 2030, Indonesia telah menargetkan untuk meningkatkan porsi EBT menjadi 35 persen dari total kapasitas pembangkit listirk yang ada. Untuk memenuhi target tersebut, telah disusun Rencana Umum Penyediaan Tenaga Listirk (RUPTL) dengan komposisi EBT 20,9 gigawatt (GW). 

Di mana, energi hidro harus dicapai 10,4 GW, panas bumi 3,4 GW, surya dan bayu 5,3 GW, serta sumber lainnya 1,2 GW. "Ini adalah RUPTL yang paling hijau dalam sejarah karena persentase EBT yang besar, ini komitmen yang membutuhkan upaya keras bagi kita semua untuk mengatasi tantangan dan hambatan sehingga bisa mencapai target tersebut," kata dia. 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement