REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Pemerintah mencatat setoran dividen BUMN ke negara sebesar Rp 42,4 triliun per semester I 2023. Adapun realisasi ini tumbuh 19,4 persen dibandingkan periode sama tahun sebelumnya sebesar Rp 35,5 triliun.
Menteri Keuangan, Sri Mulyani, mengatakan kontribusi secara signifikan dari dividen BUMN terhadap penerimaan negara bukan pajak terutama berasal dari sektor perbankan.
“Dividen BUMN tahun ini naik lagi menjadi Rp 42,4 triliun, sesudah tahun lalu mencapai Rp 35,5 triliun, jadi 19,4 persen pertumbuhannya,” ujarnya saat rapat kerja bersama dengan Badan Anggaran DPR, Selasa (11/7/2023).
Berdasarkan data Kementerian Keuangan, realisasi penerimaan negara bukan pajak per semester I 2023 sebesar Rp 302,1 triliun atau 68,5 persen dari target anggaran pendapatan dan belanja negara 2023. Adapun realisasi penerimaan negara bukan pajak tumbuh 5,5 persen dibandingkan periode sama tahun sebelumnya.
Jika diperincikan, penerimaan negara bukan pajak sumber daya alam minyak dan gas sebesar Rp 60,1 triliun per semester I 2023 atau turun 19,9 persen dibandingkan dengan periode sama tahun sebelumnya. Sri Mulyani mengungkapkan penurunan tersebut terutama dipicu oleh penurunan harga minyak mentah sebesar 27,8 persen dan lifting gas turun 0,1 persen, sementara lifting minyak masih naik 0,3 persen.
Dari sisi lain, penerimaan negara bukan pajak sumber daya alam sebesar Rp 78,3 triliun atau tumbuh 94,7 persen dibandingkan periode sama tahun sebelumnya. Sri Mulyani juga mengungkapkan pertumbuhan ini terutama dipengaruhi oleh tarif iuran produksi atau royalti dan harga batu bara yang masih bertahan, meski trennya menurun dalam satu bulan terakhir.
“Harga batu bara sampai semester I masih tumbuh 6,2 persen, kontrak batu bara yang panjang membuat penerimaan PNBP tumbuh tipis, namun harga tembaga dan nikel turun sangat dalam, sementara harga emas stabil. Maka demikian, PNBP nonmigas masih tumbuh cukup tinggi hingga semester I,” ungkapnya.
Kemudian penerimaan negara bukan pajak dari Badan Layanan Umum (BLU) dan penerimaan negara bukan pajak lainnya masing-masing sebesar Rp 38,4 triliun dan Rp 83,0 triliun, mengalami kontraksi pertumbuhan sebesar 19,8 persen dan 5,5 persen secara tahunan.
“Pendapatan BLU yang lebih rendah dipicu oleh turunnya pendapatan pengelolaan dana perkebunan kelapa sawit, sejalan dengan harga CPO yang tidak setinggi tahun lalu,” ucapnya.