Senin 03 Jul 2023 11:20 WIB

Rupiah Awal Pekan Menguat Setelah Data Knflasi Inti AS Menurun

Ini memicu ekspektasi The Fed bisa longgarkan kebijakan pengetatan moneter.

Teller memegang mata uang Dolar AS dan Rupiah di sebuah tempat penukaran uang, Jakarta, Rabu (6/7/2022).
Foto: ANTARA/Subur Atmamihardja
Teller memegang mata uang Dolar AS dan Rupiah di sebuah tempat penukaran uang, Jakarta, Rabu (6/7/2022).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Nilai tukar (kurs) rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta pada awal pekan menguat setelah rilis data inflasi inti Amerika Serikat (AS) pada Jumat (30/6/2023) malam waktu setempat menunjukkan penurunan dibandingkan bukan sebelumnya.

Rupiah pada Senin (3/7/2023) pagi meningkat 47 poin atau 0,33 persen ke posisi Rp 15.018 per dolar AS dibandingkan posisi pada penutupan perdagangan sebelumnya Rp 15.065 per dolar AS. "Rilis data inflasi Indeks Harga Pengeluaran Konsumsi Inti atau Core Price Consumption Expenditures (PCE) Index yang menurun membuka ekspektasi bahwa Bank Sentral AS, The Fed, bisa melonggarkan kebijakan pengetatan moneternya ke depan," kata Analis PT Sinarmas Futures Ariston Tjendra dilansir Antara di Jakarta, Senin.

Baca Juga

Dengan demikian, Ariston mengatakan kondisi tersebut bisa mendorong pelemahan dolar AS terhadap nilai tukar lainnya.

Inflasi inti AS, yang diukur dengan perubahan Indeks Harga Pengeluaran Konsumsi Inti menurun menjadi 4,6 persen pada Mei 2023 dibanding periode sama tahun sebelumnya (year-on-year/yoy) dari 4,7 persen (yoy) pada April 2023. Indeks inflasi inti ini menjadi salah satu dasar The Fed untuk menentukan arah kebijakan.

Di sisi lain, pasar masih mewaspadai isu pelambatan ekonomi global dimana perlambatan sudah terjadi di Eropa dan China.

Data Purchasing Managers' Index (PMI) manufaktur China yang akan dirilis sebentar lagi akan memberikan petunjuk ke pelaku pasar. Kekhawatiran ini bisa mendorong pelaku pasar kembali masuk ke aset aman.

Menurut dia, pasar juga masih berekspektasi bahwa The Fed akan menaikkan suku bunga sebesar 25 basis poin (bps) pada rapat bulan Juli ini, sehingga perkembangan terbaru data AS yang positif bisa memperkuat ekspektasi tersebut dan bisa mendorong penguatan dolar AS kembali.

Saat berita ini ditulis, indeks dolar AS tercatat naik tipis 0,06 persen ke level 102,97.

Dari dalam negeri, Ariston menilai pasar berekspektasi data inflasi bulan Juni 2023 akan kembali menurun. Ekspektasi pasar inflasi tahunan Indonesia bisa menurun ke level 3,64 inflasi (yoy) pada Mei 2023 yang berada di level 4 persen (yoy).

"Inflasi yang mereda dan stabil bisa mendukung pertumbuhan ekonomi Indonesia," tuturnya.

Maka dari itu, dirinya memperkirakan kurs Garuda berpeluang menguat ke arah Rp15 ribu per dolar AS sepanjang hari ini, dengan potensi resisten di kisaran Rp 15.080 per dolar AS.

Pada akhir perdagangan Jumat (30/6), rupiah mengalami pelemahan sebesar 0,48 persen atau 72 poin menjadi Rp 15.065 per dolar AS dari sebelumnya Rp 14.993 per dolar AS.

Ini memicu ekspektasi The Fed bisa longgarkan kebijakan pengetatan moneter.

 

sumber : ANTARA
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement