Senin 03 Jul 2023 05:54 WIB

Ekonom: Nilai Tukar Rupiah Jadi Kunci Ekonomi Indonesia Tahan Guncangan Eksternal

Seharusnya langkah Bank Sentral Amerika Serikat sudah terprediksi sejak awal.

Rep: Novita Intan/ Red: Lida Puspaningtyas
Karyawan menghitung uang rupiah dan dolar AS di salah satu gerai penukaran mata uang asing di Jakarta.
Foto: Prayogi/Republika.
Karyawan menghitung uang rupiah dan dolar AS di salah satu gerai penukaran mata uang asing di Jakarta.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Center of Reform on Economics (Core) mengungkapkan pergerakan nilai tukar rupiah menjadi kunci ketahanan ekonomi Indonesia terhadap guncangan eksternal. Hal ini sebagai respon pernyataan dari Bank Dunia yang menilai Indonesia lebih tahan banting terhadap guncangan eksternal.

Ekonom Core Indonesia Yusuf Rendy mengatakan beberapa kesempatan sebelumnya terlihat adanya trend pelemahan nilai tukar ketika terjadi atau ada sentimen negatif terhadap kondisi perekonomian global. Namun, jika dilihat dari pergerakan ataupun pelemahan nilai tukar yang terjadi, relatif masih berada range atau kisaran nilai tukar yang diperkirakan oleh Bank Indonesia.

Baca Juga

“Artinya pelemahan nilai tukar kemudian tidak sampai terjadi ke level, katakanlah Rp 16.000 seperti ketika awal pandemi terjadi 2020 silam. Jadi ada beberapa indikasi yang mendorong ketahanan ekonomi domestik terhadap guncangan ekonomi global, salah satu pergerakan dari nilai tukar,” ujarnya ketika dihubungi Republika, Ahad (2/7/2023).

Menurutnya saat yang bersamaan cadangan devisa relatif masih mencukupi kebutuhan pembiayaan impor dan juga Bank Indonesia dalam melakukan intervensi di pasar valas.

“Sehingga dengan berasumsi bahwa skenario terburuk nilai tukar itu terdampak dengan guncangan eksternal. Saya kira Bank Indonesia masih punya ruang untuk melakukan intervensi agar nilai tukar Rupiah setidaknya tidak terdepresiasi ke level yang sangat dalam,” ucapnya.

Rendy menyebut sentimen terutama di pasar keuangan terutama kenaikan suku bunga acuan oleh bank sentral Amerika Serikat masih menjadi salah satu momok yang ditakutkan oleh pasar keuangan terutama di negara-negara berkembang. 

“Maka itu, saat yang bersamaan seharusnya langkah Bank Sentral Amerika Serikat sudah terprediksi sejak awal sehingga Bank Sentral negara-negara berkembang termasuk Indonesia itu juga sudah bisa merancang langkah atau strategi mitigasi kalau Bank Sentral AS kembali menaikkan suku bunga acuannya,” ucapnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement