Sabtu 24 Jun 2023 19:59 WIB

Pemerintah Indonesia Didorong Cermati WTO Rules soal Ekspor Nikel

Indonesia disebut punya peluang menang dalam banding ekspor bijih nikel melawan UE

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Lida Puspaningtyas
Aktivitas tungku smelter nikel di PT VDNI di kawasan industri di Kecamatan Morosi, Konawe, Sulawesi Tenggara, Jumat (9/9/2022). Smelter nikel yaitu PT VDNI dan PT OSS yang berada di kawasan tersebut mengadopsi teknologi Rotary Kiln Electric Furnace (RKEF) untuk memproses nikel dan AOD furnace ke produk akhir yaitu stainless steel.
Foto: ANTARA/Jojon
Aktivitas tungku smelter nikel di PT VDNI di kawasan industri di Kecamatan Morosi, Konawe, Sulawesi Tenggara, Jumat (9/9/2022). Smelter nikel yaitu PT VDNI dan PT OSS yang berada di kawasan tersebut mengadopsi teknologi Rotary Kiln Electric Furnace (RKEF) untuk memproses nikel dan AOD furnace ke produk akhir yaitu stainless steel.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah Indonesia diingatkan agar mematuhi aturan yang sudah ditetapkan bagi negara anggota Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) atau WTO Rules terkait ekspor nikel. Pemerintah Indonesia disarankan mencermati WTO Rules itu agar bisa beradaptasi terhadap WTO Rules demi kebermanfaatan bagi masyarakat.

Hal tersebut disampaikan oleh trade lawyer Elisa Sugito dalam peluncuran bukunya yang berjudul "Nikel Indonesia: Kunci Perdagangan Internasional" pada Sabtu (24/6/2023). Elisa menyatakan pelarangan bijih nikel memang dilarang berdasarkan WTO Rules. Tapi aturan tersebut menurutnya dapat diakali.

Baca Juga

"Dari WTO rules, perlu pengkajian ulang terkait pelarangan ekspor ore (bijih) nikel. Kalau merujuk WTO rules memang pelarangan eskpor di semua negara tidak boleh, tapi juga ada larangan ekspor dibolehkan (oleh WTO). Ada celahnya," kata Elisa dalam peluncuran bukunya tersebut.

Elisa menyebut Pemerintah Indonesia dapat meniru Pemerintah China dalam "mengakali" celah WTO Rules. Dalam bukunya, Elisa memaparkan bagaimana China beradaptasi terhadap WTO Rules untuk memajukan negaranya sendiri.

"Kalau kita main halus bisa kok kayak China karena pelajari dulu WTO Rules enam tahun. Kajian itu kadang dilupakan. Ketika bisa mainkan celah hukum WTO kita bisa maju seperti China," ujar Elisa.

Elisa menganalisa China yang baru masuk WTO pada 2001 dapat berkembang ketimbang Indonesia. Padahal Pemerintah Indonesia sudah masuk jadi anggota WTO sejak 1995. Ia menduga hal ini salah satunya disebabkan Indonesia tidak patuh pada aturan WTO itu sendiri.

"Indonesia sudah lama anggota WTO sejak 1995, tapi kenyataannya Indonesia nggak tunduk dengan aturan WTO," ujar Elisa.

Selain itu, Elisa mencontohkan Pemerintah Indonesia sebenarnya punya peluang menang dalam banding ekspor bijih nikel melawan Uni Eropa di WTO. Elisa meyakini Pemerintah Indonesia dapat memanfaatkan pasal tertentu dalam WTO Rules kalau mengkajinya dengan baik.

Keputusan alhir dewan panel WTO memang sudah keluar pada 17 Oktober 2022. Hasilnya kebijakan larangan ekspor bijih nikel Indonesia dinilai telah melanggar Pasal XI.1 GATT 1994 dan tidak dapat dijustifikasi dengan Pasal XI.2 (a) XX (d) GATT 1994. Atas putusan tersebut, Pemerintah Indonesia mengajukan banding.

"Indonesia saat ini sedang banding atas keputusan WTO," ujar Elisa.

Diketahui, peluncuran buku Elisa turut dihadiri diantaranya oleh Direktur promosi wilayah Asia Timur, Asia Selatan, Timur Tengah dan Afrika dari Kementerian investasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Cahyo Purnomo, pejabat Kemendag Arie Rahmatika, Presidium MN KAHMI Sutomo, Ketua Bidang Konservasi Energi MN KAHMI Farid Djavar, dan Direktur Eksekutif FDN Justin Jogo.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement