Jumat 23 Jun 2023 12:46 WIB

Analis Ungkap Penyebab Rupiah Tertekan Penguatan Dolar AS

Rupiah pada pembukaan Jumat melemah 51 poin menjadi Rp 14.992 per dolar AS.

Petugas menghitung uang rupiah dan dolar AS di salah satu gerai penukaran mata uang asing di Jakarta, Kamis (29/9/2022). Rupiah pada pembukaan Jumat melemah 51 poin menjadi Rp 14.992 per dolar AS.
Foto: Prayogi/Republika.
Petugas menghitung uang rupiah dan dolar AS di salah satu gerai penukaran mata uang asing di Jakarta, Kamis (29/9/2022). Rupiah pada pembukaan Jumat melemah 51 poin menjadi Rp 14.992 per dolar AS.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Analis Pasar Mata Uang Lukman Leong menyatakan Rupiah tertekan oleh penguatan dolar AS, usai Ketua Dewan Gubernur Bank Sentral AS Federal Reserve (Fed) Jerome Powell mengatakan kenaikan suku bunga oleh The Fed belum mendekati akhir. Rupiah pada pembukaan perdagangan Jumat (23/6/2023) pagi yang melemah 51 poin atau 0,34 menjadi Rp 14.992 per dolar AS dari sebelumnya Rp 14.941 per dolar AS. 

"Testimoni kedua Powell lebih tegas dan hawkish. Investor melihat harapan untuk pelonggaran kebijakan tingkat suku bunga oleh bank-bank sentral semakin menjauh," ujar di Jakarta, Jumat.

Baca Juga

Menurut dia, harapan investor yang semakin jauh terkait kebijakan tingkat suku bunga dikarenakan inflasi pada umumnya masih bertahan tinggi. "Adapun dalam kasus The Fed, mereka melihat inflasi inti yang menurun sangat pelan dan masih di atas 5 persen," ucapnya.

Selain itu, Lukman menilai adanya divergensi antara Bank Indonesia (BI) dengan bank sentral dunia lainnya yang kembali pada tren kenaikan suku bunga. "Hal ini akan terus membebani Rupiah, saya lihat dalam waktu dekat ini rupiah masih akan berkisar di Rp15 ribu," ungkap Lukman.

Sebelumnya, Gubernur BI Perry Warjiyo menegaskan keputusan mempertahankan suku bunga acuan pada Rapat Dewan Gubernur (RDG) bulan Juni pada level 5,75 persen untuk memastikan inflasi tetap terkendali. Selain itu suku bunga deposit facility dan lending facility juga tetap dipertahankan masing-masing sebesar 5,75 persen dan 6,5 persen.

"Keputusan ini konsisten dengan stance kebijakan moneter untuk memastikan inflasi tetap terkendali dalam kisaran sasaran 2 persen sampai 4 persen pada sisa tahun 2023 dan tahun 2024," kata Perry dalam konferensi pers RDG BI bulan Juni di Jakarta, Kamis (23/6/2023).

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement