REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bank Indonesia (BI) mengungkapkan ketidakpastian perekonomian global kembali meningkat dengan kecenderungan risiko pertumbuhan yang melambat. Hal ini sejalan kebijakan suku bunga moneter di negara maju yang lebih tinggi.
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo mengatakan berbagai situasi ekonomi di Amerika Serikat berpotensi membuat fed fund rate masih akan meningkat.
“Di AS, tekanan inflasi masih tinggi terutama karena keketatan pasar tenaga kerja, di tengah kondisi ekonomi yang cukup baik dan tekanan stabilitas sistem keuangan yang mereda, sehingga mendorong kemungkinan kenaikan federal funds rate ke depan,” ujarnya saat konferensi pers, Kamis (22/6/2023).
Menurutnya tekanan inflasi di Amerika Serikat yang masih tinggi memicu tekanan terhadap pasar tenaga kerja. Hal ini ditambah kebijakan moneter juga masih ketat di Eropa dan meskipun di Jepang cenderung longgar.
"Amerika serikat tekanan inflasi masih tinggi terutama karena keketatan pasar tenaga kerja," ucapnya.
Sementara itu, menurutnya, di Cina pertumbuhan ekonomi juga tidak sekuat prakiraan di tengah inflasi yang rendah sehingga mendorong pelonggaran kebijakan moneter. Pemulihan ekonomi negara berkembang lain, seperti India, tetap kuat didorong oleh permintaan domestik dan ekspor jasa.
“Kondisi ekonomi negara maju dan berkembang tersebut mendorong nilai tukar dolar AS cenderung melemah terhadap mata uang negara maju, tetapi menguat terhadap mata uang negara berkembang,” ucapnya.
Menurutnya perkembangan tersebut juga memerlukan penguatan respons kebijakan untuk memitigasi risiko rambatan terhadap ketahanan eksternal negara berkembang, termasuk Indonesia.
“Pertumbuhan ekonomi global diperkirakan sebesar 2,7 persen (yoy) dengan risiko perlambatan terutama di Amerika Serikat dan Cina,” ucapnya.
Suku bunga acuan bank sentral Amerika Serikat atau Federal Reserve/The Fed ditahan pada pertemuan Juni. Sejak Maret 2022, Bank Sentral Amerika Serikat telah menaikkan suku bunga acuannya sebanyak 10 kali berturut-turut ke kisaran target 5 persen-5,25 persen, laju pengetatan tercepat sejak awal 1980-an.