Selasa 20 Jun 2023 22:37 WIB

Ombudsman Minta Pemerintah Antisipasi Dampak Negatif El Nino

Musim kemarau tahun 2023 ini diprediksi menjadi musim kemarau paling kering.

Rep: Dedy Darmawan Nasution/ Red: Lida Puspaningtyas
Petani melihat kondisi sawah yang mengering di Desa Kedung Kelor, Kabupaten Tegal, Jawa Tengah, Sabtu (17/6/2023). Menurut petani setempat sekitar 20 hektare sawah di daerah tersebut terancam gagal panen akibat kekeringan dan kesulitan air irigasi tiga bulan terakhir.
Foto: ANTARA FOTO/Oky Lukmansyah
Petani melihat kondisi sawah yang mengering di Desa Kedung Kelor, Kabupaten Tegal, Jawa Tengah, Sabtu (17/6/2023). Menurut petani setempat sekitar 20 hektare sawah di daerah tersebut terancam gagal panen akibat kekeringan dan kesulitan air irigasi tiga bulan terakhir.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ombudsman meminta sejumlah instansi pemerintah untuk menyiapkan antisipasi matang ihwal puncak musim kemarau ekstrem El Nino yang diperkirakan terjadi pada Agustus mendatang. Antisipasi terutama disiapkan untuk sektor pangan demi menjamin kecukupan kebutuhan masyarakat. 

Anggota Ombudsman, Yeka Hendra Fatika, mengatakan, menurut data BMKG, diperkirakan tahun 2023 akan terjadi El Nino dengan peluang sebesar 50 persen hingga 60 persen yang diprediksi mulai meningkat pada bulan Agustus dan akan bertahan hingga akhir tahun 2023. 

Walaupun peluangnya hanya sekitar 60 persen, musim kemarau tahun 2023 ini diprediksi menjadi musim kemarau paling kering dalam tiga tahun terakhir dan dikhawatirkan mengakibatkan dampak yang cukup serius terhadap semua sektor kehidupan.

“Utamanya terkait ketahanan pangan harus menjadi perhatian lebih dari seluruh pihak,” kata Yeka dalam diskusi yang digelar di Jakarta, Selasa (20/6/2023).  

Ia mencontohkan sulit terpenuhinya target impor Cadangan Beras Pemerintah (CBP), memerlukan strategi kerja sama antara pemerintah Indonesia dengan negara penghasil beras. Sehingga target impor CBP dapat tercapai.

Lebih lanjut Yeka menjelaskan, hasil dari beberapa penelitian menunjukkan, El Nino memberikan dampak terhadap kinerja pangan, yakni menurunkan produksi pangan dan peningkatan harga pangan yang selanjutnya memberikan dampak peningkatan inflasi, penurunan Produk Domestik Bruto (PDB) dan peningkatan garis kemiskinan. 

“Berdasarkan analisis pada penelitian ini, pemerintah seharusnya dapat melakukan penguatan dan lebih memfokuskan pada kebijakan adaptasi dan mitigasi perubahan iklim khususnya El Nino,” kata dia. 

Koordinator Bidang Analisis Variabilitas Iklim BMKG, Supari dalam kesempatan sama, menyampaikan, pihaknya telah mengirim surat kepada Presiden terkait potensi El Nino yang meningkat.

Supari menerangkan, curah hujan pada Agustus hingga Oktober 2023 diprediksi akan berada pada kategori bawah normal, terutama wilayah Sumatera, Jawa, Bali, NTB, NTT, sebagian Kalimantan dan sebagian Sulawesi. Sebagian daerah bahkan mengalami hujan kategori sangat rendah atau di bawah  20 mm per bulan).

BMKG merekomendasikan untuk sektor terkait dan masyarakat, agar melakukan langkah antisipatif pada daerah-daerah yang berpotensi mengalami curah hujan dengan kategori rendah yang dapat memicu kekeringan dan dampak lanjutannya. 

Kedua, meningkatkan optimalisasi fungsi infrastruktur sumber daya air untuk memastikan keandalan operasional waduk, embung, kolam retensi, dan penyimpanan air buatan lainnya untuk pengelolaan curah hujan dan penggunaannya di saat musim kemarau. 

Ketiga, melakukan langkah persiapan terhadap potensi adanya kebakaran hutan dan lahan berkaitan dengan curah hujan kategori rendah pada musim kemarau 2023. Keempat, melakukan penghematan penggunaan air.

Deputi Bidang Pencegahan BNPB, Prasinta Dewi menyampaikan, sekitar 53 ribu desa dan kelurahan berada di daerah rawan bencana di Indonesia dan lebih dari 51 juta keluarga di indonesia tinggal di daerah rawan bencana. Karena itu, selain pemerintah pusat, pemerintah daerah juga sangat berperan dalam penanggulangan dan kesiapsiagaan bencana.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement